Selasa 12 Mar 2019 10:15 WIB

BKPM: Relokasi Industri Cina Masih Diproses

Bonus demografi Indonesia mendorong relokasi industri dari Cina.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi lahan industri.
Foto: Antara
Ilustrasi lahan industri.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong menjelaskan, proses relokasi industri Cina ke Indonesia masih terus dalam proses. Relokasi ini diketahui sebagai dampak perang dagang Negara Tirai Bambu tersebut dengan Amerika Serikat (AS) untuk mendapatkan bea impor yang lebih murah. 

Menurut Thomas, pelaku usaha dan pemilik pabrik di Cina masih menunggu negosiasi antara pemerintah Cina dengan AS. Sebab, Presiden AS Donald Trump memperlihatkan ada target untuk merampungkan perjanjian dagang dengan Cina dalam beberapa pekan.

Baca Juga

"Jadi, semua pihak sedang menunggu kepastian ini," tuturnya ketika ditemui di Tangerang Selatan, Senin (11/3). 

Namun, Thomas menilai, tanpa adanya perang dagang pun, relokasi industri tetap akan dilakukan Cina. Pasalnya, Cina sudah tidak lagi bisa atau terlalu giat dalam menangani industri manufaktur yang terlalu dasar. Mereka cenderung terbiasa menangani industri dengan teknologi tinggi

Selain itu, Thomas menambahkan, industri padat karya akan semakin sulit ditemukan Cina seiring dengan penurunan jumlah pekerja sejak 2014. Kondisi ini berbeda dengan Indonesia yang memiliki pertumbuhan industri padat karya cenderung stabil dan kondusif. "Jadi, tanpa perang dagang pun, dari sisi demografi, mereka (industri) akan pindah dari Cina," ucapnya. 

Terlepas dari itu, Thomas memastikan, pemerintah Indonesia tetap berupaya menarik industri dan investor Cina maupun negara lain. Di antaranya memastikan iklim investasi dan berusaha tetap kondusif dengan memaksimalkan sistem online single submission (OSS).

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menambahkan, Cina kini juga sedang memasuki masa aging atau menua. Kondisi ini membuat kinerja tenaga kerja di sana mengalami penurunan. 

Sedangkan, Indonesia tengah mengalami bonus demografi dan akan mencapai puncaknya pada 2030 atau sekitar 10 tahun dari sekarang. Rudiantara menyebutkan, hal ini menyebabkan pekerja Indonesia lebih mampu menghasilkan produk dan jasa secara lebih efektif. "Itu keunggulan kita," katanya.

Salah satu daerah yang disebut menjadi 'primadona’ investasi adalah Banten. Sebab, provinsi ini memiliki kawasan industri Cilegon yang sudah tumbuh. 

Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Provinsi Banten, Wahyu Wardhana menjelaskan, Banten memiliki peluang menarik investasi besar. Salah satunya dikarenakan Banten didukung ‘pintu keluar’ distribusi produk yang terbilang memadai. Misalnya, Bandara Udara Internasional Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Merak. 

Pada tahun ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menargetkan investasi yang masuk mencapai Rp 60,8 triliun. Target ini naik sekitar tujuh persen dibanding dengan target tahun lalu yang mencapai Rp 56,4 triliun.

Dalam mendorong pertumbuhan investasi, Wahyu menambahkan, pihaknya berupaya meningkatkan rasio kemudahan berusaha melalui layanan perizinan terpadu PTSP. "Kami mencoba membuat policy yang dapat mendukung investasi dan menciptakan iklim yang seramah mungkin bagi investor," tuturnya. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement