Selasa 12 Mar 2019 07:50 WIB

Membangkitkan Kembali Kejayaan Kakao di Luwu

Mentan mendorong hilirisasi kakao menjadi produk yang punya nilai tambah.

Rep: Retno Wulandari/ Red: Muhammad Hafil
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat melakukan kunjungan ke perkebunan kakao di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Senin (11/3).
Foto: Republika/Retno Wulandari
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat melakukan kunjungan ke perkebunan kakao di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Senin (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, LUWU -- Kakao pernah menjadi salah satu komoditas yang berjaya di 1970-an saat orangtua Burhan masih menjadi petani di Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Bahkan, hingga 1990-an, saat Burhan melanjutkan menggarap perkebunan sang ayah, kejayaan itu masih bisa dia kecap.

Namun memasuki tahun 2000-an, Burhan merasakan masa keemasan Kakao itu mulai memudar. Menurut Burhan kemerosotan itu bisa dirasakan dari segi jumlah produksi. Sebelumnya, setiap satu hektar lahan bisa menghasilkan lebih dari dua ton kakao setiap tahunnya.

Baca Juga

"Puncaknya 1990an bisa menghasilkan lebih dari dua ton per satu hektar lahan setiap tahunnya," kata Burhan yang merupakan Ketua Kelompok Tani Sipakaingat, di Luwu, Senin (11/3).

Penurunan produksi kakao diakui oleh Bupati Luwu, Basmi Mattayang. Menurut Basmi, dari 11 komoditi perkebunan, kakao merupakan komoditi terbanyak di Luwu dengan produksi 24.260 ton di sepanjang 2018 dengan luas 35.311 hektar. Meski demikian, produktifitas subsektor perkebunan ini semakin hari semakin menurun.

"Hal ini disebabkan karena kondisi tanaman yang sudah berumur tua serta adanya serangan hama dan penyakit," kata Basmi.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengakui dorongan meningkatkan  pertumbuhan produksi kakao di Luwu perlu dilakukan. Sebagai salah satu daerah penghasil Kakao terbesar di Indonesia, menurut Amran, tingkat produktifitas kakao di Luwu masih terbilang jauh lebih rendah dari negara-negara tetangga.

"Kita punya produktifitas hanya 0,7 ton perhektar pertahun, bahkan 0,5 hektar, ada yang 0,8 hektar, bervariasi," kata Amran dalam kunjungannya ke perkebunan kakao di Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Senin(11/3).

Amran menjelaskan, rendahnya produktifitas kakao di Luwu disebabkan karena pemeliharaan yang kurang tepat  seperti terlembatnya waktu pemangkasan. Selain itu, yang menjadi kelemahan lainnya adalah dalam hal pembibitan. Sejumlah komoditas saat ini, termasuk kakao, masih menggunakan bibit seadanya.

Untuk meningkatkan produktifitas kakao, Amran memaparkan, Kementerian Pertanian (Kementan) membagikan sebanyak 1 juta batang bibit kakao khusus untuk Kabupaten Luwu. Dengan demikian, produksi kakao diharapkan bisa meningkat hingga tiga kali lipat atau mencapai 3,5 hingga 4 ton per hektar per tahun.

Selain itu, Amran juga memastikan bahwa setiap petani akan mendapat pendampingan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). "PPL kita angkat, mereka pahlawan pangan kita supaya mereka mendampingi petani-petani kita. Dulu sudah ada 6000 lebih PPL yang kami angkat, ini mudah-mudahan bisa 11-12ribu. Jadi sudah ada 18-19 ribu PPL yang diangkat," tutur Amran.

Tidak hanya meningkatkan dari segi produksi biji kakao, Amran juga mendorong hilirisasi kakao menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Sehingga, pendapatan dari subsektor komoditi ini bisa naik 1000 persen.

Amran menyayangkan para petani kakao di Luwu yang belum bisa mengolah biji kakao menjadi produk coklat. Padahal, kakao yang sudah diolah menjadi coklat apabila diekspor memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Amran mencontohkan Singapura yang tidak memiliki perkebunan kakao tetapi bisa menjual produk coklat dengan harga tinggi hanya menggunakan bahan baku dari Indonesia.

Menurut Amran, Luwu seharusnya bisa mencontoh beberapa daerah di Sulawesi yang sudah mengolah kakao menjadi coklat. "Di Sulawesi Barat langsung kita bisa menikmati coklat Silverqueen langsung, segar tanpa pengawet. Anggarannya cuman 500 juta sampai 1 miliyar," kata Amran.

Selain bibit kakao, Amran juga membagikan bibit dari beberapa komoditas rempah seperti padi taro 2000 kg, benih jagung nasa 5000 kg, benih cengkih 5000 batang, dan tambahan 500 batang bibit kakao untuk Sulawesi Selatan. Ada pula

Bantuan ayam sebanyak 186.350 ekor,  kambing 200 ekor, serta 20 unit traktor TR2 dan 10 unit pompa air. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement