REPUBLIKA.CO.ID, SORONG – Jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) dinilai menjadi tolok ukur kesejahteraan pekerja di suatu daerah. Dari jumlah itu akan terlihat bagaimana para pekerja di daerah tersebut mendapatkan manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Kepesertaan ini menjadi tolak ukur. Semakin banyak kepesertaan di suatu daerah maka kesejahteraan pekerjanya semakin terjamin,” kata Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis pada acara peluncuran peraturan bupati (perbub) dan peraturan daerah (perda) tentang kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di kantor Bupati Sorong, Papua Barat, Senin (4/3).
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong mengeluarkan Perbup Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Kepesertaan Program BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Kabupaten Sorong. Selain itu juga telah terbit Perda Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi Pegawai Honorarium Daerah dan Aparat Kampung di Kabupaten Sorong. Selanjutnya, Perda Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi Pekerja Bukan Penerima Upah di Kabupaten Sorong.
Menurut Ilyas, langkah Pemkab Sorong ini menunjukkan kepedulian pemerintah daerah terhadap para pekerjanya, baik yang sektor formal, nonformal, aparatur sipil negara (ASN) non-pegawai negeri sipil (PNS), dan pekerja sektor khusus.
“Komitmen yang ditunjukkan Pemkab Sorong ini sangat bisa ditiru oleh daerah lain, dan kami mengimbau pemerintah daerah lain untuk mencontoh kebijakan Pemkab Sorong,” kata Ilyas.
Menurut Ilyas, ada sekitar 100 pemerintah daerah yang telah mengeluarkan perbup tentang kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Namun, yang berupa perda masih sedikit, termasuk Pemkab Sorong.
“Artinya, kalau dalam bentuk perda, menjadi komitmen bersama antara Pemkab Sorong dan DPRD Kabupaten Sorong untuk memberikan jaminan sosial kepada para pekerjanya,” kata Ilyas.
Adapun teknisnya, lanjut Ilyas, pekerja bukan penerima upah diwajibkan oleh pemerintah daerah melalui perda tadi untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Artinya, melalui komunitasnya, mereka mengikuti kepesertaan ini secara mandiri.
Sedangkan, pekerja sektor khusus, seperti nelayan, petani, penjual pinang, dan pedagang pasar, dibiayai oleh pemerintah daerah. Dananya diambil melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Soal jangka waktu, Ilyas berharap ini dilakukan secara permanen karena sudah tertuang dalam bentuk perda. “Ya, ini kan bentuk gotong royong. Iurannya sangat murah, cuma Rp 16.800 per bulan untuk mendapatkan dua jaminan sosial (jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian). Ini sangat memberikan perlindungan kepada pekerja,” kata Ilyas.
Ilyas berharap jajarannya dapat selalu berkoordinasi dengan perusahaan dan Pemkab Sorong. Tujuannya agar dapat memantau dan memastikan pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan mendapatkan manfaat jaminan sosial.
Bupati Sorong Johny Kamuru menjelaskan latar belakang dikeluarkannya perda dan perbup soal kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Menurut dia, setiap orang berhak mendapatkan jaminan sosial untuk hidup layak dan sejahtera.
“Karena ini diatur oleh undang-undang. Negara wajib memberikan perlindungan kepada warganya, khususnya kepada pekerjanya,” kata Johny. Oleh karena itu, Pemkab Sorong telah menunjukkan kepedulian dan keberpihakannya dalam melindungi pekerja di daerahnya dengan mengeluarkan aturan tersebut.
Saat ini jumlah pekerja di Kabupaten Sorong sebanyak 35 ribu pekerja yang tersebar di 121 desa di 13 kelurahan dan 18 distrik atau kecamatan. Jumlah pekerja yang sudah terdaftar dalam program perlindungan BPJS Ketenagakerjaan hingga saat ini tercatat mencapai 34 ribu pekerja dengan 949 badan usaha/pemberi kerja.