REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berencana menyelenggarakan jaminan sosial kesehatan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Unit syariah ini akan melengkapi layanan BPJS konvesional yang dinilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak sesuai dengan prinsip Islam.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan selama ini perusahaan telah berkoordinasi dengan MUI membentuk Taawun, sesuai nafas syariah yakni gotong royong semua tertolong. “Intinya sesuai UU No 40 Tahun 2004 dan UU No 24 tahun 2011 bentuk BPJS ya seperti sekarang ini,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (27/2).
Dia menjelaskan, pemenuhan prinsip syariah di sini, bukan berarti mengeluarkan produk jaminan kesehatan syariah. Mengingat regulasi produk BPJS Kesehatan diatur oleh perundang-undangan.
“Kami prinsipnya mengoptimalkan dalam memenuhi prinsip syariah. BPJS Kesehatan tentu tidak bisa membuat produk karena semua diatur dalam regulasi negara,” ungkapnya.
Kendati demikian, menurutnya, selama ini perusahaan telah menjalankan rekomendasi MUI untuk mengadakan akad antara peserta yang mendaftar dengan BPJS Kesehatan, sehingga ijab kabulnya sudah terpenuhi. “Sesuai koordinasi dengan MUI bentuk Taawun,” ucapnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung langkah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membuat program jaminan sosial berbasis syariah. Hanya saja, rencana yang bergaung sejak 2015 masih menjadi ranah pemerintah dan Dewan Syariah Nasional (DSN).
“OJK tentunya akan mendukung upaya penyelenggaraan program jaminan sosial yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, khususnya dalam pengawasan penyelenggaraan dan tata kelola yang menjadi ranah OJK sebagai pengawas independen sesuai ketentuan UU 24 tahun 2011 tentang BPJS,” ujar Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK, Ahmad Soekro ketika dihubungi Republika, Selasa (26/2).