Rabu 27 Feb 2019 01:16 WIB

OJK Prioritaskan Perlindungan Konsumen Keuangan Digital

OJK tidak membatasi perkembangan layanan keuangan digital.

Red: Nur Aini
Fintech (ilustrasi)
Foto: flicker.com
Fintech (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan prioritasnya untuk melindungi kepentingan masyarakat di tengah semakin berkembangnya digitalisasi layanan keuangan saat ini.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, teknologi sudah mengubah perilaku dan kepercayaan orang terhadap layanan jasa keuangan dan hal tersebut juga berlaku di sektor jasa keuangan.

Baca Juga

"Kami dari OJK tidak akan melarang itu, bagaimana masyarakat mendapat teknologi itu. Yang kedua, bagaimana kita bisa memonitor dengan jelas dan kita bisa memberikan koridor. Bagaimana mereka operasinya itu sampai tujuan, jadi masyarakat bisa mendapat manfaat, harga murah dan juga mereka tidak dibohongi dalam arti mereka dilindungi," ujar Wimboh dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) di Jakarta, Selasa (26/2).

Koridor di sini, kata Wimboh, tidak berarti OJK akan membatasi perkembangan layanan keuangan digital, seperti fintech. Otoritas justru memberikan jalur berupa kebijakan dalam bentuk regulasi yang dapat mengakomodir kepentingan masyarakat maupun fintech itu sendiri.

"Kebijakannya secara umum dapat diyakini dan dipahami oleh semua fintech 'provider', secara transparan dan harus ada yang bertanggung jawab. Tentunya tidak boleh melanggar UU yang ada. Jadi bagaimana kaidah-kaidah itu dipahami. Tanpa itu bisa menjadi liar sehingga konsumen merasa tidak dilindungi," kata Wimboh.

Menurut Wimboh, potensi berkembangnya fintech, terutama fintech yang menyalurkan pinjaman (peer to peer lending) sangat besar. Hal itu mengingat sekitar 40 persen masyarakat Indonesia masih belum memiliki rekening bank.

"Sekarang ini banyak masyarakat yang euforia dengan pinjaman online. Pinjaman online itu cepat meskipun mahal, untuk itu sekarang terjadi beberapa 'assesment'. Nah makanya jika ada masyarakat yang tidak terlindungi, kita panggil dia," ujar Wimboh.

Oleh karena itu, ia pun mengimbau kepada pelaku fintech untuk segera mendaftarkan perusahaannya dan mendapatkan izin dari OJK. Ia menegaskan pihaknya melalui Satgas Waspada Investasi, tidak akan segan-segan menutup perusahaan fintech tersebut. "Sekitar 600 lebih fintech yang kami tutup karena tidak mendaftar ke OJK. Makanya segera mendaftar agar menjadi legal," ujarnya.

Pada awal Februari 2019, OJK bersama Anggota Satgas Waspada Investasi kembali menghentikan tujuh kegiatan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (fintech peer to peer lending) yang tidak terdaftar atau memiliki izin dari OJK. Sehingga total akumulatif sebanyak 635 fintech peer to peer lending tanpa izin OJK telah dihentikan aktivitasnya oleh Satgas Waspada Investasi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement