REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Pengusaha ikan tuna di Aceh terpaksa untuk sementara menghentikan ekspor ke Jepang. Hal itu menyusul kenaikan biaya kargo pesawat sejak sebulan terakhir.
"Jika tetap mengekspor tuna ke Jepang, kami harus menutupi kerugian besar karena naiknya biaya kargo hampir tiga kali lipat," kata Direktur UD Nagata Tuna Muslem di Banda Aceh, Selasa (26/2).
Muslem menyebutkan selama ini UD Nagata Tuna mengekspor ikan tuna menggunakan jasa kargo pesawat maskapai Garuda. Dipilihnya Garuda karena bisa terkoneksi langsung dari Aceh ke Jepang dalam waktu tidak terlalu lama.
Namun, kata Muslem, biaya kargo pesawat sejak Januari 2019 mengalami kenaikan dari Rp 22 ribu menjadi Rp 60 ribu per kilogram. Keberatan atas kenaikan biaya tersebut sudah disampaikan kepada pihak Garuda.
"Tapi, hingga kini kami belum mendapat jawaban, apakah keberatan kami diterima atau harga pengiriman per kilogram tetap seperti semula. Kalau sama seperti semula, sulit bagi kami mengekspor tuna ke Jepang," katanya.
Muslem menyebutkan harga beli ikan tuna di Jepang Rp 170 ribu per kilogram. Sebelum diekspor, ikan tuna dibeli dengan harga Rp 50 ribu per kilogram. Setelah dibersihkan, ikan tuna tersisa 50 persen atau nilai menjadi Rp 100 ribu.
Setelah ditambah biaya lainnya, maka harganya menjadi Rp 145 ribu hingga Rp 150 ribu per kilogram. Jika dibandingkan dengan harga beli, maka marginnya antara Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu per kilogram.
"Sedangkan kenaikan biaya pengiriman mencapai Rp 38 ribu per kilogram. Jika kami tidak menghentikan ekspor, maka kami yang rugi. Karena itu, menghentikan ekspor hingga ada penyesuaian biaya pengiriman," ungkap Muslem.
Muslem menyebutkan pihaknya juga sudah menegosiasikan soal harga dengan pembeli di Jepang. Namun, mereka tetap bertahan dengan harga Rp 170 ribu. "Masalah biaya pengiriman ini hanya untuk ekspor ke Jepang. Sedangkan biaya pengiriman ke Malaysia tidak naik. Namun, ekspor tuna ke Malaysia dibatasi jumlah," kata Muslem.