Senin 25 Feb 2019 15:35 WIB

Pemerintah Targetkan Produksi Karet 3,81 Juta Ton

Target produksi karet tahun ini juga sudah mempertimbangkan faktor cuaca.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Buruh tani melakukan penyadapan getah dari pohon karet di perkebunan Desa Gandasoli, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (5/12). Tiga produsen karet terbesar di dunia yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia berencana membatasi ekspor karet yang bertujuan untuk menaikan harga komoditas karet di pasaran dunia.
Foto: Raisan Al Farisi/Antara
Buruh tani melakukan penyadapan getah dari pohon karet di perkebunan Desa Gandasoli, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (5/12). Tiga produsen karet terbesar di dunia yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia berencana membatasi ekspor karet yang bertujuan untuk menaikan harga komoditas karet di pasaran dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi karet tahun ini dapat mencapai 3,81 juta ton. Angka ini lebih tinggi dibanding dengan target tahun lalu, yakni 3,68 juta ton. 

Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono menjelaskan, peningkatan target dilakukan mengingat hasil realisasi tahun lalu yang melebihi target yaitu 3,76 juta ton. "Itu baru angka sementara, tapi tidak jauh dari segitu," ujarnya ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (25/2).

Banyak faktor yang menyebabkan realisasi melebihi target. Beberapa di antaranya, replanting atau penanaman kembali yang terus jalan sejak empat tahun lalu. Selain itu, perhatian pemerintah dan pihak terkait untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas benih juga membantu realisasi yang bagus.

Untuk replanting, Kasdi menambahkan, pemerintah sudah menyetujui untuk menanam 50 ribu hektar per tahun. Tapi, total tersebut tidak tertanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seluruhnya. "Kami baru bisa cover 6.000 hektar dengan anggaran Rp 47 miliar," tuturnya.

Sementara itu, sekitar 44 ribu hektare lainnya akan menggunakan sumber dana lain, termasuk kerja sama dengan pihak swasta. Namun, Kasdi menjelaskan, skema detail belum diputuskan karena masih menunggu kesepakatan antara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

Kasdi juga menegaskan, target produksi karet tahun ini juga sudah mempertimbangkan faktor cuaca, termasuk potensi El Nino. Kementan sendiri telah melakukan kajian mitigasi risiko dengan memasukkan unsur cuaca. Apalagi, tanaman perkebunan biasanya cenderung lebih tidak rentan terhadap cuaca dibanding dengan tanaman pangan. 

Salah satu tantangan terbesar dalam mencapai target produksi adalah konversi lahan dari petani karet ke komoditas lain. Kasdi mengakui, dinamika harga yang tidak menguntungkan membuat petani mengubah komoditas tanamannya, seperti sawit. "Padahal, karet juga dapat menjadi pendapatan harian," ucapnya. 

Guna mendukung kesejahteraan petani, Kasdi menuturkan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya menyerap hasil produksi para petani lokal. Misalnya, saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah membantu penyerapan komoditas kelapa sawit untuk dijadikan sebagai bahan baku aspal. Kasdi berharap, program serupa dapat diterapkan kementerian atau lembaga lain guna menjaga stabilitas harga karet di tingkat petani. 

Sementara itu, Indonesia bersama Thailand dan Malaysia sudah sepakat mengurangi ekspor karet 200 ribu sampai 300 ribu metrik ton melalui skema Agreed Export Tonnage (AETS). Ketiganya diketahui tergabung Dewan Karet Tripartit Internasional (International Tripartite Rubber Council/ITRC) yang menjadi negara dominan produsen karet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement