REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto melihat trend minum kopi pada kaum milenial meningkat. Hal ini bisa mendorong jiwa anak muda untuk menjadi entrepreneur.
"Saya dapat memahami anak-anak muda kaum milenial saat ini lebih suka memilih jalan sendiri, salah satunya membuka usaha kedai kopi," kata Hasto Kristiyanto saat menghadiri komunitas kopi, di kedai kopi Sinopis Creative Space di Jalan Pelajar Pejuang 45, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/2) malam. Pada kesempatan tersebut, Hasto Kristiyanto didampingi Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Tubagus Hasanuddin dan Ketua DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari.
Di hadapan komunitas kopi kaum milenial, Hasto menuturkan, bahwa kaum milenial saat ini sudah semakin kreatif dan banyak anak muda yang membuka usaha kedai kopi dengan kualitas baik.
"Hal ini akan mendorong semakin meningkatnya tren minum kopi yang sebenarnya," katanya.
Hasto juga sempat diminta menjadi tester untuk mencicipi dan membedakan mana kopi asli dan mana kopi campuran. Hasto diminta mencicipi empat gelas kopi. Dari empat gelas tersebut, dua gekas kopi asli dan dua gelas kopi campuran. Setelah dicicipi, baru kemudian pemilik kedai meunjukkan mana kopi asli dan mana kopi campuran.
Salah satu pecinta kopi, Fery atau akrab disapa Kang Fey, menjelaskan soal kopi. Menurut dia, kedai kopi saat ini sudah sangat menjamur di Kota Bandung. "Kalau secara angka agak sulit dihitung, tapi kata teman-teman Sinopis ada sekitar 500 kedai kopi di Bandung," ujar Kang Fey.
Dari warung kopi yang dikelola secara kreatif, Kang Fey juga bercerita bahwa juga soal siklus kopi dan manusia, yang dimulai dari budidaya kopi hingga konsumsi sebagai minuman. "Siklus kopi ini memberikan kontribusi positif bagi manusia. Siklusnya, manusia menyelamatkan kopi, kopi menyelamatkan hutan, serta hutan menyelamatkan manusia," katanya.
Fery juga menceritakan, berapa jumlah produksi kopi di Indonesia dan berapa kebutuhan konsumsi kopi di Indonesia. "Namun sayangnya, sebagian kopi berkualitas baik diekspor ke luar negeri, padahal kebutuhan kebutuhan konsumsi domestik belum terpenuhi 100 persen. Karena itu, sebagian kopi yang dijual eceran sufah tidak murni lagi," katanya.