Kamis 21 Feb 2019 20:27 WIB

Pemerintah Belum Minta BPS Kaji Data Jagung

Dalam menetapkan kebijakan soal jagung, pemerintah menggunakan basis data Kementan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Produksi jagung meningkat bahkan untuk 2019, pemerintah siap melakukan ekspor.
Produksi jagung meningkat bahkan untuk 2019, pemerintah siap melakukan ekspor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menuturkan, pihaknya bisa saja meminta kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengkaji data lahan dan produksi jagung. Tapi, permintaan tersebut baru dapat disampaikan apabila ada masukan dari Kementerian Pertanian ataupun Kementerian Perdagangan sebagai kementerian teknis. 

Sampai saat ini, Susiwijono menjelaskan, pembicaraan mengenai permintaan kajian data khusus jagung terhadap BPS masih belum pernah dibahas dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas). Sebab, mandat rakortas adalah fokus pada penyelesaian permasalahan operasional. "Misal, Kementan sampaikan kekurangan stok," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (21/2).

Baca Juga

Susiwijono menambahkan, di Kemenko Perekonomian, forum rakortas menjadi forum untuk menyelesaikan permasalahan yang membutuhkan koordinasi dalam implementasinya. Di antaranya, perlu tidaknya impor untuk stabilisasi pangan dan permasalahan distribusi komoditas pangan strategis seperti beras dan jagung. 

Saat ini, dalam menetapkan kebijakan mengenai jagung, pemerintah masih menggunakan basis data yang disampaikan Kementan. Tapi, Susiwijono menyampaikan, tidak menutup kemungkinan akan munculnya metode penghitungan data yang baru dari pihak kredibel lain seperti BPS. "Kembali lagi, harus melalui rakortas," tuturnya.

Susiwijono memastikan, pembahasan mengenai pangan dalam rakortas selalu melibatkan kementerian kementerian dan lembaga teknis serta pelaku usaha terkait. Tujuannya, untuk meminta masukan, sehingga keputusan yang diambil dapat memprioritaskan kepentingan produsen dan konsumen. 

Dalam mencapai keseimbangan itu, salah satu aspek penting yang dibutuhkan adalah melalui pendataan akurat. Tidak terkecuali dalam menentukan keputusan impor. "Keputusan yang kami ambil harus balance untuk seluruh pihak," ujar Susiwijono. 

Selain data, peneliti dari Visi Teliti Saksama Nanug Pratomo menjelaskan, pemerintah juga harus memperhatikan rantai pasokan jagung. Menurutnya, kini rantai tersebut masih terlalu panjang yang menyebabkan harga di tangan konsumen terlampau tinggi. 

Nanug menjelaskan, pengepul di rantai pasok jagung juga menyebabkan harga terus fluktuatif. Untuk mengatasi hal ini, ia menganjurkan pemerintah mencari solusi dalam sistem logistik. "Kalau sudah teratasi, fluktuasi harga dapat diatasi," tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement