REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan membantah adanya pengaturan pertemuan khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan PT Freeport Indonesia terkait perpanjangan izin usaha.
Menurutnya bisa ada pertemuan, perundingan atau surat yang terjadi sebelumnya, hal tersebut sudah tidak relevan karena tak lagi dijadikan dasar negosiasi.
Hasil perundingan Freeport yang berlaku sekarang ini, jelasnya, didasarkan atas kesepakatan yang menguntungkan negara yaitu divestasi 51 persen maupun kewajiban pembangunan smelter. Kemudian perubahan kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan penerimaan negara harus lebih besar.
Ia mengungkapkan, ketika diangkat menjadi Menteri ESDM pada Oktober 2016, Presiden Joko Widodo memberi arahan agar menyelesaikan perundingan dengan Freeport.
"Saya sempat tawarkan Presiden (Joko Widodo) untuk bertemu CEO Freeport McMoran, waktu itu sudah Richard Adkerson (bukan James Moffet), tapi Presiden tidak mau bertemu," kata Jonan.
Presiden Joko Widodo (tengah) berjabat tangan dengan CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson (kedua kanan) disaksikan Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri), Menteri ESDM Ignasius Jonan (kedua kiri) dan Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin seusai memberikan keterangan terkait pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (21/12/2018).
Hal itu, kata dia, karena sudah ada arahan jelas Presiden Joko Widodo soal divestasi 51 persen, pembangunan smelter, mengubah KK menjadi IUPK dan penerimaan negara harus lebih besar. "Sudah itu saja. Lalu kita di Tim Menteri yang berunding dengan Freeport, yang hasilnya sudah kita ketahui semua," ujarnya.
Selama ia menjabat Menteri ESDM, katanya, Presiden Joko Widodo tidak pernah menerima Richard Adkerson secara khusus untuk membahas masalah Freeport. Pertemuan hanya terjadi saat divestasi 51 persen Freport selesai pada 21 Desember 2018 lalu.
"Dengan ditugaskannya saya jadi Menteri ESDM, perundingan 'start' dari nol. Dan perundingan atau surat sebelum-sebelumnya tidak dijadikan dasar lagi. Kalau seandainya dijadikan dasar, 'gak' mungkin dong kita bisa dapat divestasi 51 persen," pungkas Jonan.
Tanggapan atau bantahan yang disampaikan Jonan adalah terkait pendapat dari Mantan Menteri ESDM Sudirman Said yang menyebutkan bahwa ada pertemuan khusus Freeport dengan Presiden Joko Widodo untuk berunding membicarakan perpanjangan kontrak Freeport.
"Jadi apa yang ditulis di surat saat pendahulu-pendahulu saya jadi itu tidak dipakai, kita hanya berunding dengan basis baru. Jikalau toh ada pertemuan itu, kan 'nggak' relevan, kan tidak kita pakai juga," tambah Jonan.
Menurut penyampaian Sudirman Said sebelumnya terdapat draf kontrak yang kurang lebih isinya adalah perpanjangan Freeport yang poin-poinnya banyak merugikan pihak Indonesia.
"Presiden tidak pernah menerima Freeport secara khusus di jaman saya. Sampai ditandatanganinya IUPK baru ketemu dengan Presiden. Itu saja," tegas Jonan kembali.