Selasa 19 Feb 2019 15:53 WIB

No-deal Brexit Pengaruhi Keuangan Syariah Inggris

Risiko Brexit tanpa kesepakatan pada 29 Maret 2019, terus meningkat.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Promosi sebuah bank syariah pemasar sukuk di Inggris
Foto: telegraph
Promosi sebuah bank syariah pemasar sukuk di Inggris

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- S&P Global Ratings menyebutkan, Brexit yang tidak memiliki kesepakatan dapat memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas aset bank syariah yang berbasis di Inggris. Meski ini kemungkinan tidak menyebabkan gangguan besar pada pendanaan mereka.

Hal itu disebutkan dalam laporan S&P Global Ratings yang berjudul "Countdown To Brexit: Implikasi Dari Brexit Tanpa Kesepakatan Untuk Keuangan Islam". Inggris adalah rumah bagi lima bank umum syariah (semua tidak memiliki peringkat) dengan lebih dari 15 bank lain (afiliasi dari bank konvensional) yang menawarkan layanan keuangan syariah.

"Mengingat fokus utama bank-bank ini pada bisnis perbankan domestik Inggris, kami melihat paparan mereka terhadap risiko Brexit sama, jika tidak lebih signifikan, dengan bank-bank domestik Inggris berperingkat," kata Kepala Keuangan Islam Global S&P Global Ratings, Mohamed Damak dilansir di Salaam Gateway, Selasa (19/2).

Efek yang berpotensi merusak dari Brexit tanpa kesepakatan terhadap ekonomi dan harga aset Inggris, khususnya di real estat di mana sebagian besar aktivitas bank syariah terkonsentrasi, kemungkinan akan berdampak besar pada kualitas aset bank syariah Inggris. Namun, S&P percaya kapitalisasi bank yang relatif kuat ini memberikan penyangga terhadap penurunan kualitas aset.

"Mengingat ukuran kecil keuangan Islam Inggris dibandingkan dengan sektor perbankan domestik Inggris, kami tidak berharap tekanan yang timbul di keuangan Islam Inggris akan menyebabkan risiko sistemik bagi Inggris, atau bahwa Brexit yang tidak bersepakat akan membuat perbedaan dengan industri keuangan Islam global," jelasnya.

Selain itu, afiliasi lokal dari firma hukum dan bank yang berbasis di Inggris, misalnya di pusat keuangan lain seperti Dubai, umumnya melakukan penataan sukuk dan hanya beberapa investor yang memegang sukuk yang berasal dari Inggris.

"Kami tidak melihat alasan mengapa hukum Inggris akan diganti sebagai hukum pilihan untuk kontrak sukuk. Pada catatan positif, Brexit yang tidak bersepakat dapat membangkitkan kembali selera investor keuangan Islam untuk aset Inggris, biasanya investasi populer bagi investor di Teluk, dengan asumsi penurunan harga mereka yang signifikan," kata Damak.

Risiko Brexit tanpa kesepakatan pada 29 Maret 2019, terus menjadi tinggi, karena tetap merupakan opsi hukum default tanpa adanya alternatif yang disepakati. Karena itu, S&P belum mempertimbangkan hasil tanpa kesepakatan sebagai dasar penilaian, karena melihat insentif politik untuk Inggris dan Uni Eropa untuk menegosiasikan hasil yang tertib masih sangat kuat.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement