REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank BTPN Syariah menyatakan, tidak ada masalah pada likuiditas perusahaan. Seperti diketahui, sejumlah bank menilai pengetatan likuiditas menjadi tantangan tahun ini.
Direktur Kepatuhan BTPN Syariah Arief Ismail menyebutkan Financing Depocit to Ratio (FDR) perseroan saat ini sekitar 93 persen sampai 95 persen. "Perlu dicatat, likuiditi aset kita cukup banyak dengan CAR sekitar 40 persen. Jadi kita punya ketahanan yang cukup," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (14/2).
Sebagai informasi, per 31 Desember 2018, total aset BTPN Syariah naik 31,5 persen menjadi Rp 12,03 triliun. Sebelumnya pada akhir 2017 sebesar Rp 9,16 triliun.
"Pertumbuhan total aset ini salah satunya didorong oleh aksi korporasi perusahaan berapa penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO) pada 8 Mei 2018," kata Arief. Ada pun Dana Pihak Ketiga (DPK), tambahnya, pada 2018 tumbuh 16,3 persen menjadi Rp 7,62 triliun sebelumnya pada 2017 sebesar Rp 6,54 triliun.
"Jadi rasanya rasio-rasio kami dilihat dari likuiditinya dari laporan keuangan masih terjaga. Likuiditas terjaga juga sesuai yang diinginkan," ujar dia.
Lebih lanjut, kata dia, BTPN Syariah akan tetap fokus menggarap segmen ultramikro atau keluarga prasejahtera produktif. Meski induk usahanya yakni BTPN telah resmi diakuisisi oleh Sumitomo Mitsui Bank Corporation (SMBC).
"Pengaruh (akuisisi) itu bagus, gabungan dua bank jadi lebih kuat dan besar segmennya juga lebih produktif. Hanya saja masing-masing sudah ada porsinya, jadi kita tetap fokus di segmen ini," jelas Arief.