REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebut harga avtur yang dijual di Indonesia sudah kompetitif. Menteri BUMN Rini Soemarno memastikan saat ini mengenai harga avtur PT Pertamina (Persero) yang dianggap mahal tersebut tengah dibahas.
"Ini (persoalan avtur) sedang dibicarakan," kata Rini singkat di Gedung Kementerian BUMN, Selasa (12/2).
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menegaskan harga avtur yang dijual Pertamina sudah turun. Fajar mengatakan penurunan harga avtur tersebut bahkan sudah terjadi sejak November 2018.
Dengan adanya penurunan tersebut, Fajar menegaskan harga avtur tersebut cukup kompetitif dibandingkan yang lain. "Saya sampaikan lagi, harga avtur di Indonesia khsusunya di Bandara Soekarno Hatta sangat kompetitif. Kita hanya nomer tiga di Asia Tenggara," jelas Fajar di Gedung Kementerian BUMN, Selasa.
Fajar mengakui belum mengetahui secara detail mengapa Direktur Utama Peetamina Nicke Widyawati dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, menurut Fajar jika berkaitan dengan keluhan penumpang pesawat seharusnya berhubungan dengan tiket.
"Kalau hubungannya dengan sepinya hotel, saya nggak tahu, kejauhan kali ya (jika yang dipanggil Dirut Pertamina)," tutur Fajar.
Sebelumnya, Jokowi rencananya memanggil Direktur Pertamina Nicke Widyawati ke istana pada hari ini, Selasa (12/2). Panggilan tetsebut keluhan para pengusaha perhotelan dan kuliner yang menyebutkan adanya penurunan tingkat hunian hotel hingga 20-40 persen sejak awal 2019.
Penurunan tingkat hunian hotel tersebut dinilai terjadi karena mahalnya harga tiket pesawat. Usut-punya usut, Presiden menyebut bahwa mahalnya tarif disebabkan oleh tingginya harga avtur yang dijual Pertamina. "Sudah saya jelaskan bahwa karena monopoli harganya jadi tidak kompetitif, bandingkan harga avtur di situ dengan yang dekat kita, terpaut 30 persen," jelas Jokowi usai menghadiri peringatan ulang tahun ke-50 PHRI di Jakarta, Senin (11/2).
Presiden sebetulnya juga menawarkan dua opsi kepada Pertamina untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut. Pertama, Pertamina diminta menjual avtur dengan harga yang setara dengan harga internasional. Bila Pertamina tak mau menyanggupi permintaan Presiden, maka Pertamina diberikan opsi kedua yakni berani berkompetisi dengan swasta asing yang bisa menjual avtur untuk penerbangan domestik.