REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua YLKI, Zumrotin K Susilo mengatakan, seluruh pemangku kepentingan harus diperhitungkan dalam proses perumusan regulasi kenaikan tarif ojel online (ojol). Sebab, konsumen dan pengemudi akan menjadi korban secara signifikan.
"Tarif ojol yang naik membuat pengemudi dan konsumen menjadi korban. Karena konsumen mempertimbangkan tarif layanan yang dikeluarkan. Kalau lebih mahal konsumen akan memilih transportasi yang lebih murah atau balik ke kendaraan pribadi," ujarnya dalam diskusi, di Jakarta Pusat.
Sementara itu, pihak provider harus memberikan kesejahteraan, keamanan, dan keselamatan untuk pengemudi ojol. Harusnya Kementerian Ketenagakerjaan ikut mengawasi provider agar pengemudi ojol mendapatkan hak pendapatan yang layak. "Jangan langsung dinaikan tarifnya tanpa memikirkan dampaknya," ucapnya.
Kemudian, lanjutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga harus ikut serta mengawasi sistem pembayaran ojol secara online. "Kalau bisa melibatkan semua stake holder secara menyeluruh agar tidak ada ketimpangan antara pengemudi, provider dan konsumen," ujarnya.
Kendati demikian, Zumrotin berharap kenaikan tarif ojol ini harus memikirkan pengemudi dan konsumen. Kalau tidak dipikirkan solusinya ini akan merugikan keduanya.
Sebelumnya diketahui, dari hasil survei yang dilakukan RISED diketahui bahwa jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 8,8 km per hari. Dengan jarak tempuh sejauh itu, apabila terjadi kenaikan tarif dari Rp 2.200 per km menjadi Rp 3.100 per km (atau sebesar Rp 900 per km), maka pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 7.920 per hari.