Jumat 08 Feb 2019 18:56 WIB

Kemenperin Dorong Industri Daur Ulang Komponen Otomotif

Airlangga mengajak para pelaku industri otomotif agar meningkatkan daya saing.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja menaikkan mobil ke atas kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (14/9). Pemerintah menyatakan pembatasan impor otomotif dapat menggenjot produksi industri otomotif dalam negeri untuk kebutuhan domestik dan impor.
Foto: Wahyu Putro/Antara
Pekerja menaikkan mobil ke atas kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (14/9). Pemerintah menyatakan pembatasan impor otomotif dapat menggenjot produksi industri otomotif dalam negeri untuk kebutuhan domestik dan impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong implementasi industri daur ulang atau recycle industry untuk sektor otomotif. Konsep ini dinilai mampu mendongkrak daya saing ekspor manufaktur Tanah Air, sekaligus bisa berkontribusi dalam menerapkan ekonomi sirkular yang menjadi bagian dari industri 4.0.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, sekarang, 73 persen ekspor Indonesia ditopang dari industri manufaktur. "Di mana, sektor otomotif menjadi salah satu andalan," ucapnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (6/2).

Airlangga mengajak para pelaku industri otomotif nasional agar terus meningkatkan daya saingnya, dengan bersinergi mengusung ekonomi berkelanjutan melalui daur ulang, salah satunya plastic recycle. Tren saat ini, komponen besar dalam kendaraan seperti, bumper, fender, dan dashboard pada mobil tidak lagi menggunakan stainless steel, tetapi menggunakan kandungan plastik.

IIMS 2019 Usung 'Your Infinite Automotive Experience'

Ajakan Airlangga tersebut sekaligus untuk mengakomodasi standar-standar keberlanjutan dari 10 prioritas nasional di dalam inisiatif Making Indonesia 4.0. "Plastik itu bukan sampah, dari segi cost plastik adalah bahan baku yang relatif lebih kompetitif dibanding yang lain, dan menyerap emisi lebih rendah," katanya.

Menurut Airlangga, apabila industri otomotif menggunakan virgin plastic, biaya produksi akan lebih mahal. Terlebih, jika kebutuhan itu dipenuhi dengan impor maka kebutuhan devisa akan menjadi lebih tinggi. Sebab, saat ini, Indonesia baru mampu memproduksi satu juta ton virgin plastic, dengan kebutuhannya mencapai lima juta ton.

Airlangga menilai, kapasitas daur ulang plastik di Tanah Air masih jauh dari standar yang sebenarnya masih bisa ditingkatkan. Saat ini, di dalam negeri baru mampu mendaur ulang 12,5 persen dari standar industri yang seharusnya yakni 25 persen.

Airlangga menambahkan, konsep ekonomi berkelanjutan dinilai dapat meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. "Circular economy itu penting, karena akan menjadi kunci daya saing industri ke depan, semakin banyak recycle industry, semakin kompetitif," tuturnya.

Sementara itu, salah satu implementasi industri daur ulang di sektor otomotif yang sudah berjalan adalah pembuatan blok mesin. Sekitar 80 persen di antaranya sudah menggunakan material daur ulang. "Karena aluminum alloy itu masuk recycle material, saya tegaskan kembali bahwa recycle industry ini adalah sesuatu yang harus dilakukan, jadi tidak perlu khawatir," ujar Airlangga.

Apabila dilihat dari per sektor, kata dia, aluminium sudah menjadi salah satu yang circular economy-nya tinggi, yakni sudah di atas 70 persen. Sehingga, komponen kendaraan yang menggunakan bahan recycle aluminium,  seperti blok mesin dan pelek mobil lebih kompetitif dan memiliki daya saing tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement