Selasa 05 Feb 2019 23:27 WIB

PBB Ingatkan Dampak Besar Perang Dagang AS-Cina Bulan Depan

Negara-negara Asia disebut akan mendapatkan dampak terbesar dari perang dagang ini.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Andri Saubani
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping.
Foto: AP Photo/File
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Badan PBB untuk perdagangan telah memperingatkan rencana AS untuk menaikkan tarif barang-barang Cina bulan depan akan memiliki implikasi masif bagi ekonomi global. Negara-negara Asia disebut akan mendapatkan dampak terbesar dari perang dagang ini.

AS berencana untuk menaikkan tarif barang-barang Cina jika kedua belah pihak gagal membuat kemajuan pada kesepakatan perdagangan pada 1 Maret. Komentar tersebut mengikuti laporan oleh PBB tentang dampak perang dagang AS-Cina. Dikatakan negara-negara Asia kemungkinan akan paling menderita dari proteksionisme, dilansir di BBC, Selasa (5/2).

AS dan Cina terkunci dalam sengketa perdagangan yang merusak yang telah menyebabkan kedua belah pihak memungut tarif barang miliaran dolar AS satu sama lain. Pada Desember 2018, kedua negara sepakat untuk menunda tarif baru selama 90 hari untuk memungkinkan perundingan.

AS dan Cina memiliki tenggat waktu 1 Maret untuk mencapai kesepakatan, atau AS mengatakan, akan menaikkan tarif barang-barang Cina senilai 200 miliar dolar AS dari 10 persen menjadi 25 persen. Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) telah memperingatkan bahwa akan ada harga besar jika perang perdagangan meningkat.

"Implikasinya akan sangat besar. Implikasinya bagi seluruh sistem perdagangan internasional akan sangat negatif," kata Pamela Coke-Hamilton, kepala perdagangan internasional UNCTAD, mengatakan pada konferensi pers.

Dia menjelaskan, negara-negara yang lebih kecil dan lebih miskin akan berjuang untuk mengatasi guncangan eksternal. Tingginya biaya perdagangan AS-Cina akan mendorong perusahaan untuk beralih dari rantai pasokan Asia Timur saat ini.

Laporan UNCTAD memperkirakan bahwa produsen Asia timur akan terpukul paling keras, dengan proyeksi kontraksi 160 miliar dolar AS dalam ekspor kawasan itu. Tapi lembaga tersebut mengingatkan efeknya bisa dirasakan di mana-mana.

"Akan ada perang mata uang dan devaluasi, stagflasi yang mengarah pada kehilangan pekerjaan dan pengangguran yang lebih tinggi. Dan yang lebih penting, kemungkinan efek penularan, atau apa yang kita sebut efek reaksioner, yang mengarah ke aliran langkah-langkah distorsi perdagangan lainnya," kata Coke -Hamilton.

Tingginya biaya perdagangan AS-Cina akan mendorong perusahaan untuk beralih dari rantai pasokan Asia Timur saat ini, tetapi laporan menunjukkan tidak mungkin bahwa perusahaan-perusahaan AS akan mengambil bisnis itu. Studi ini menemukan bahwa perusahaan-perusahaan AS hanya akan mengambil 6 persen dari 250 miliar dolar AS dalam ekspor Cina yang dikenai tarif AS.

Dari sekitar 85 miliar dolar AS dalam ekspor AS yang dikenakan tarif Cina, hanya sekitar 5 persen akan diambil oleh perusahaan-perusahaan Cina, penelitian PBB menunjukkan. Studi ini menemukan bahwa ekspor Eropa akan tumbuh 70 miliar dolar AS, sementara Jepang, Kanada dan Meksiko akan melihat ekspor meningkat masing-masing lebih dari 20 milyar dolar AS. Negara-negara lain yang dapat mengambil manfaat termasuk Australia, Brasil, India, Filipina dan Vietnam, kata laporan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement