REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan inflasi Januari 2019, salah satu faktor penyumbangnya yaitu tingginya harga tiket pesawat dan bagasi berbayar. Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Hengki Angkasawan mengatakan ada beberapa penyebab yang membuat maskapai menjual tiket dengan harga tinggi.
“Pertama, struktur pasar tersegmentasi pada dua grup pelaku pasar yaitu Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group, maskapai lain menyesuaikan,” jelas Hengki, Jumat (1/2).
Penyebab selanjutnya yaitu, faktor kenaikan pada komponen biaya pokok. Menurut Hengki, kenaikan harga avtur atau bahan bakar pesawat dan gejolak nilai tukar berpengaruh pada pembayaran leasing dan operasional yang berdasarkan dolar AS.
Sementara itu, maskapai di Indonesia selama ini menurut Hengki memiliki pendapatan dalam bentuk rupiah. “Sehingga dalam hal ini perlu menaikkan harga untuk menutup defisit yang ada,” jelas Hengki.
Faktor ketiga, lanjut dia, elastisitas harga terhadap permintaan. Menurut Hengki, jika permintaan tidak peka merespons perubahan harga maka untuk menggeneralisasi tambahan revenue, maskapai perlu menaikkan harga.
Pada prinsipnya, kata Hengki, tugas Kemenhub yaitu menetapkan tarif batas atas dan batas bawah serta mengawasi keselamatan penerbangan. “Sepanjang maskapai masih bermain di koridor batas atas dan batas bawah, persyaratan kelaikan keselamatan prenerbangan dipenuhi, Kemenhub tidak akan berbuat banya. Kecuali, Kemenhub bisa sekedar mengimbau agar kenaikan harga dilakukan secara wajar,” ungkap Hengki.
Sebelumnya, BPS mencapat inflasi pada Januari 2019 mencapai 0,32 persen. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan harga bagasi dan tiket penerbangan uang naik berpengaruh pada tingkat inflasi Januari 2019.
Inflasi pada Januari 2019 sebesar 0,32 persen tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor penyumbang. Faktor tersebut yaitu tarif angkutan udara atau tiket pesawat yang menyumbang kenaikan sebesar 0,02 persen. Selain itu harga ikan segar menyumbang 0,06 persen, beras sebesar 0,04 persen, sayuran berupa tomat sebesar 0,03 persen, dan komoditas lainnya.