REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Mandiri membukukan laba bersih Rp 25,0 triliun pada akhir 2018 atau tumbuh 21,2 persen secara year on year (yoy). Kenaikan itu didorong oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih (NII) sebesar 5,28 persen menjadi Rp 57,3 triliun dan kenaikan pendapatan atas jasa (fee based income) sebesar 20,1 persen menjadi Rp 28,4 triliun.
Direktur Keuangan Panji Irawan mengatakan Perseroan berhasil memperbaiki kualitas kredit yang tercermin pada penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dari 3,46 persen pada 2017 menjadi 2,75 persen di akhir tahun 2018. Sehingga memangkas alokasi biaya pencadangan perseroan menjadi Rp 14,2 triliun dari Rp 15,9 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
"Hal ini karena kita mengevaluasi dan memindahkan kredit ke sektor yang rendah risiko, seperti corporate yang NPL-nya hampir nol," kata dia dalam paparan kinerja Bank Mandiri, Senin (28/1) di Plaza Mandiri.
Di samping itu, biaya operasional juga dapat ditekan sehingga Cost to Income Ratio turun dari 45,60 persen menjadi 44,41 persen. Pada tahun lalu, Bank Mandiri juga telah melakukan fungsi intermediasi dengan baik dengan total penyaluran kredit sebesar Rp 820,1 triliun, naik 12,4 persen dari tahun sebelumnya.
Dari capaian itu, pembiayaan produktif tercatat sebesar Rp 558,7 triliun atau 77,71 persen dari portofolio. Kinerja ini kemudian berdampak pada kenaikan nilai aset konsolidasi perseroan menjadi Rp 1.202,3 triliun pada akhir tahun lalu.
Kartika menambahkan peningkatan kredit produktif tercermin dari penyaluran kredit modal kerja (bank only) yang tumbuh 9,58 persen yoy menjadi Rp 334,12 triliun dan kredit investasi yang mencapai Rp 224,6 triliun, naik 11,69 persen yoy.
Pertumbuhan kredit tersebut terutama didorong oleh dua segmen utama, yakni korporasi dan ritel, terutama kredit mikro dan konsumer. Pada tahun 2018, pembiayaan segmen korporasi mencapai Rp 325,8 triliun, naik 23,3 persen yoy.
Khusus ke sektor infrastruktur, Bank Mandiri membukukan kenaikan pembiayaan (baki debet) yang signifikan sebesar 29,3 persen secara yoy menjadi Rp 182,3 triliun, atau 63,9 persen dari total komitmen Rp 285,4 triliun yang telah diberikan.
Dari realisasi itu, penyaluran sektor transportasi tercatat sebesar Rp 39,5 triliun, migas dan energi terbarukan Rp 36,6 triliun, tenaga listrik Rp 34,0 triliun, konstruksi Rp 20,9 triliun, jalan Rp 15,9 triliun, telematika Rp 14,7 triliun, perumahan rakyat dan fasilitas kota Rp 10,0 triliun, dan infrastruktur lainnya sebesar Rp 10,8 triliun.
Sementara itu, kredit segmen ritel perseroan tumbuh 10,52 persen yoy menjadi Rp 246,6 triliun. Khusus segmen mikro, perseroan telah memberikan kredit senilai Rp 102,4 triliun, tumbuh 23,0 persen dari tahun sebelumnya. Adapun kredit konsumer yang disalurkan Bank Mandiri pada tahun lalu mencapai Rp 87,4 triliun, atau tumbuh 11,6 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebagai realisasi komitmen pada tujuan pemerataan pembangunan, sepanjang tahun 2018 Bank Mandiri telah memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp17,58 triliun, atau mencapai 100,11 persen dari target. Secara kumulatif, hingga Desember 2018, Bank Mandiri telah menyalurkan KUR sebesar Rp 65,91 triliun kepada lebih dari 1,25 juta debitur yang tersebar di seluruh Indonesia.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, Bank Mandiri berkeinginan untuk menumbuhkan bisnis perseroan secara berkesinambungan. Yakni, dengan memperkuat struktur pendanaan melalui peningkatan dana murah, menjaga pertumbuhan biaya operasional serta penyaluran kredit yang lebih prudent baik di segmen Wholesale dan Retail.
"Hingga akhir tahun lalu, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun secara tahunan tumbuh 3,1 persen mencapai Rp 840,9 triliun. Meskipun pertumbuhan tersebut cukup rendah, namun dari sisi sustainabilitas mengalami perbaikan, hal ini terlihat dari tingkat average balance DPK (bank only) yang tumbuh 7,2 persen yoy, hal ini sejalan dengan strategi perseroan yang mendorong pertumbuhan DPK agar lebih sustain," katanya.