Rabu 23 Jan 2019 07:49 WIB

Harga Minyak Jatuh karena Kekhawatiran Perlambatan Global

Ekspor minyak mentah Arab Saudi meningkat jadi 8,2 juta barel per hari.

Ilustrasi kilang minyak
Foto: AP Photo/J David Ake
Ilustrasi kilang minyak

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak jatuh pada akhir perdagangan Selasa (22/1) dipicu kekhawatiran bahwa perlambatan ekonomi dunia dapat mengurangi permintaan bahan bakar. Selain itu, penurunan harga minyak juga dipicu pemangkasan pasokan oleh Arab Saudi dan sekutunya lebih kecil daripada yang diiklankan.

Proyeksi pertumbuhan global baru yang suram oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan tanda-tanda sedang meluasnya perlambatan di Cina membebani harga minyak mentah. Para pedagang mengkhawatirkan tentang meningkatnya pasokan pada 2019 meskipun harga minyak lebih rendah.

Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, turun 1,23 dolar AS menjadi menetap pada 52,57 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Maret turun 1,20 dolar AS menjadi ditutup pada 61,50 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Data dari Arab Saudi pada Senin (21/1) menunjukkan ekspor minyak mentah pada November naik menjadi 8,2 juta barel per hari dari 7,7 juta barel per hari pada Oktober. Hal itu terjadi karena produksi naik menjadi 11,1 juta barel per hari.

Data pemerintah AS minggu lalu, menunjukkan produksi minyak mentah negara itu mencapai rekor 11,9 juta barel per hari. "Mereka tidak memperkirakan itu (rekor produksi hampir 12 juta barel per hari) selama beberapa bulan," kata Tariq Zahir, anggota pengelola di Tyche Capital di New York. 

Kekhawatiran pasar atas kedalaman pemotongan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, juga mendorong harga lebih rendah pada perdagangan Selasa (22/1), kata para analis. 

Menteri Energi Rusia Alexander Novak tidak akan terbang ke Swiss untuk menghadiri forum ekonomi dunia Davos karena perubahan jadwalnya, kata seorang juru bicara kementerian energi. Novak sebelumnya mengatakan dia akan bertemu rekannya dari Saudi, Khalid al-Falih di Davos, jika menteri itu hadir.

Falih, yang mengkritik pengurangan produksi Rusia lebih lambat dari yang diharapkan, juga tidak mungkin berkunjung, menurut laporan Bloomberg. "Ada spekulasi bahwa keduanya mungkin tidak saling bertemua," kata Robert Yawger, direktur berjangka energi di Mizuho di New York. 

Amerika Serikat telah memuncaki Rusia dan Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar di dunia. Produksinya meningkat hampir 2,4 juta barel per hari selama setahun terakhir, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA).

Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) pada Senin (21/1) memperingatkan risiko perlambatan global telah meningkat karena perdagangan internasional yang terbatas. IMF memperkirakan pertumbuhan global 2019 menjadi 3,5 persen dari 3,7 persen pada prospek Oktober lalu.

Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan di Davos bahwa pertumbuhan yang melambat tidak menandakan resesi yang akan datang. Namun, Lagarde menggarisbawahi adanya risiko penurunan yang lebih tajam dalam pertumbuhan global.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement