Selasa 22 Jan 2019 21:00 WIB

Puncak Panen, Indonesia akan Ekspor Jagung

Puncak panen menurutnya akan terjadi pada Maret dan April.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi panen jagung
Ilustrasi panen jagung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tahun ini Indonesia akan kembali melakukan ekspor jagung. Ekspor dilakukan sebagai upaya menjaga harga dan melindungi petani.

Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) Bambang Sugiharto mengatakan, pada Januari ini di beberapa daerah sentra produksi tengah memasuki musim panen jagung yang akan berlangsung hingga April. Puncak panen menurutnya akan terjadi pada Maret dan April dan dipastikan produksi jagung melimpah.

"Jadi di saat musim panen, kita ekspor jagung. Ini penting agar harga tetap stabil atau menguntungkan petani," katanya, Selasa (22/1).

Berdasarkan angka ramalan, pada Januari akan ada produksi sebesar 1,78 juta ton pipilan kering (PK) jagung. Angka tersebut meningkat pada Februari mencapai 4,8 juta ton pipilan kering namun menurun pada Maret yang hanya 3,6 juta ton pipilan kering.

Berkurangnya produksi lantaran luas panen yang terjadi juga mengalami penurunan. Total luas panen Februari diperkiraka seluas 978.674 hektare sedangkan total luas panen Maret hanya 742.288 hektare.

Sedangkan kebutuhan jagung diperkirakan sekitar 16 juta ton PK yang didominasi kebutuhan pakan ternak. Berkaca dari kebutuhan jagung nasional 2018 yang mencapai 15,5 juta ton, sebesar 7,76 juta ton PK adalah untuk pakan ter ak, peternak mandiri 2,52 juta ton PK, untuk benih 120 ribu ton PK dan sisanya 4,76 juta ton PK untuk industri pangan.

Jumlah produksi jagung tersebut sangat mencukupi, apalagi dengan adanya jagung impor. Untuk diketahui sesuai Permendag 21 tahun 2018, impor jagung untuk pakan ternak yang diputuskan melalui Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian sebesar 100 ribu ton dengan realisasinya pada akhir 2018 sebesar 73 ribu ton dan sisanya direalisasikan pada awal 2019.

Impor tersebut dilakukan pemerintah untuk berjaga-jaga jika peternak  membutuhkan jagung. "Tinggal membeli ke Bulog. Namanya sebagai cadangan, ya dijadikan stok saja, bila tidak dipakai," kata dia.

Ia menjelaskan, pada tahun lalu selain impor jagung untuk pakan juga dilakukan impor untuk industri. Sebanyak 730.918 ton jagung didatangkan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman, gluten dan sweetener. Pada tahun yang sama, Indonesia bahkan mengekspor jagung sebanyak 341 ribu ton.

Empat tahun lalu, Indonesia mengimpor 3,5 juta ton jagung senilai Rp 10 triliun. Kemudian pada 2016 impor menurun dan pada 2017 tidak ada impor jagung pakan ternak.

"Dan 2018 kita ekspor 341 ribu ton. Artinya di tahun 2018 produksi jagung surplus. Jadi kita harus holistik melihat kondisi jagung," kata Bambang.

Terkait impor jagung berupa gluten dan pemanis, ia melanjutkan, seiring dengan perkembangan industri dalam negeri, rata-rata impor jagung jenis ini mencapai 500 hingga 700 ribu ton per tahun. Jenis jagung yang digunakan untuk industri diakui Bambang berbeda dengan jagung untuk pakan ternak.

Jagung untuk industri sebagian besar juga diproses wet milling menjadi bahan pangan dan bahan industri lainnya untuk kemudian diekspor. Dengan begitu, ada nilai tambah dari jagung tersebut.

"Ke depan jenis jagung untuk bahan industri ini dengan varietas benih dan teknologi tertentu dapat kita produksi sendiri," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement