Kamis 17 Jan 2019 09:13 WIB

Mentan Sebut Stok Beras Cukup untuk Delapan Bulan ke Depan

Selama empat tahun terakhir, Indonesia berhasil mewujudkan swasembada beras.

Red: EH Ismail
Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat melakukan panen jagung di Desa Randu Merak, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (16/1).
Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat melakukan panen jagung di Desa Randu Merak, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (16/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan, harga beras eceran di Indonesia bukanlah termahal di dunia. Pasalnya, Indonesia menempati urutan ke-81, harga beras eceran termahal di dunia yakni sebesar Rp 12.374 per kg (Numbeo 2019).

"Urutan pertama beras eceran termahal dunia adalah Jepang sebesar Rp 57.678 per kg, sementara harga beras termurah di Sri Lanka sebesar Rp 7.618 per kg," kata Amran saat melakukan panen jagung di Desa Randu Merak, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (16/1).

Hadir dalam panen jagung tersebut Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jatim, Hadi Sulistyo dan para petani jagung.

Dengan fakta tersebut, Amran meminta agar informasi tidak benar terkait harga beras eceran Indonesia termahal di dunia jangan terus dijadikan polemik. Seharusnya, semua pihak patut bangga bahwa berdasarkan data FAO pada 2017, Indonesia menempati nomor urut ketiga negara penghasil beras terbesr di dunia.

"Jadi jangan lagi polemik. Kalau produsen beras, 2017 Indonesia nomor tiga dunia. Catat ya, ini data FAO," ujarnya.

Ketersediaan Beras

Amran mengatakan selama empat tahun terakhir, Indonesia berhasil mewujudkan swasembada beras. Hal ini mengacu pada definisi yang ditetapkan FAO, bahwa suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya minimal mencapai 90 persen dari kebutuhan nasionalnya.

"Faktanya, pada 1984 Indonesia pernah mencapai swasembada beras. Padahal saat itu Indonesia masih mengimpor beras 414 ribu ton," kata dia.

Terkait swasembada beras di pemerintahan Jokowi-JK, Amran mengungkapkan sejak 2016 sampai 2018 pun produksi beras surplus. Faktanya, pada 2016 dan 2017 tidak ada impor, adapun beras yang masuk pada 2016 itu merupakan luncuran impor 2015.

Kemudian di 2018, sambung Amran, Indonesia pun berhasil meraih surplus beras. Berdasarkan data BPS, surplus beras 2018 sebesar 2,85 juta ton dan impor 2018 itu merupakan sebagai cadangan nasional, tidak sebagai stok utama.

"Ada yang menarik, di tahun 1984, jumlah penduduk Indonesia sekitar 100 juta jiwa, sementara sekarang mencapai 260 juta jiwa. Artinya naik dua kali lipat. Dengan demikian, masalah swasembada beras sudah selesai. Ini yang harus dipahami, supaya masyarakat tidak dibuat bingung," sebut Amran.

Lebih lanjut Amran menyebutkan, keberhasilan kebijakan pangan saat ini dibuktikan juga dengan kondisi stok beras sebagai cadangan saat ini di Bulog mencapai 2,2 juta ton. Standar cadangan beras nasional yakni 1 juta ton, artinya cadangan beras sekarang lebih dari dua kali lipat.

Kemudian, berdasarkan data survei BPS, stok beras yang berada di rumah tangga, pedagang, penggilingan, horeka dan BULOG mencapai 8 sampai 9 juta ton. Pada saat itu stok beras di BULOG antara 900 ribu sampai 1,5 juta ton. Jika dianggap data yang lain tetap ditambah stok beras di BULOG 2,2 juta ton, maka stok beras nasional saat ini mencapai sekitar 10 juta ton.

"Jika konsumsi beras nasional 2,5 juta ton per bulan, artinya stok beras yang kita punya bisa mencukupi kebutuhan selama 4 bulan," jelas Amran.

Selain stok beras ini, kata Menteri Amran, Indonesia pun masih memiliki produksi padi dari standing crop atau tanaman padi yang tertanam hari ini di lahan seluas 3,88 juta ha. Jika produktivitas 5,29 ton per ha, maka menghasilkan sekitar 20 juta ton gabah kering giling, atau menghasilkan beras sekitar 10 juta ton. Total beras yang dihasilkan mampu mencukupi kebutuhan selama 4 bulan. Dengan demikian, stok beras saat ini bisa mencukupi kebutuhan hingga 8 bulan ke depan," tegas Menteri Amran.

Harus dicatat juga, tegas Menteri Amran, Kementan terus mendorong transformasi pertanian dari pertanian tradisional ke pertanian modern. Dengan modernisasi target peningkatan produksi hasil pertanian menjadi lebih pasti untuk diwujudkan.

"Artinya setiap hari terjadi olah tanah, tanam dan panen. Jangan dibayangkan pertanian Indonesia seperti 30 tahun lalu. Makanya penduduk 2 kali lipat dari 1984 sekalipun, kita masih bisa memberi makan," ucapnya.

Penyebab Polemik Harga Beras

Terkait beras selalu menjadi polemik, Amran menegaskan hal tersebut disebabkan karena ulah banyak mafia pangan. Namun demikian, di era pemerintahan Jokowi-JK, Kementan bersama Panglima TNI, Kapolri, KPPU dan Bulog sudah banyak menyelesaikan mafia pangan. Sebanyak 409 mafia pangan sudah dikirim ke penjara dan yang sedang proses hukum sebanyak 782 perusahaan telah ditindak dengan tegas.

"Sebanyak 15 sudah diblacklist dan sebentar lagi akan ditambah 21 perusahaan. Aku tidak biarkan mafia pangan berkeliaran di Indonesia. Ini dicatat ya. Jangan petani di atasnamakan, marah nanti petani dan anda kualat," tegasnya.

"Tidak ada kompromi bagi mafia pangan, aku beresin, ini perintah Bapak presiden. Sebab ketahan pangan menyangkut ketahanan negara," tambah Amran.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement