Selasa 15 Jan 2019 09:43 WIB

Aftech: Aturan Equity Crowdfunding Lengkapi Ekosistem

Total dana yang dihimpun maksimal Rp 10 miliar.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi penawaran umum perdana saham.
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Ilustrasi penawaran umum perdana saham.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan mengenai layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis digital atau equity crowdfunding. Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) pun mendukung peraturan tersebut. 

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 37/POJK.04/2018. Asosiasi menilai perusahaan rintisan bisa mencari modal dari layanan tersebut.

"Equity crowdfunding melengkapi ekosistem fintech (financial technology) di Indonesia," ujar  Wakil Ketua Umum Aftech Adrian Gunadi kepada Republika.co.id, Selasa, (15/1).

Perlu diketahui, dalam aturan tersebut OJK sebagai otoritas pengawasan menerapkan pendekatan pengawasan berbasis market conduct pada kegiatan urun dana. Maka equity crowdfunding perlu diatur dan diawasi dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi yang terlibat.

Aturan itu menjelaskan, penawaran saham umum dilakukan dalam jangka waktu maksimal 12 bulan. Sementara, total dana yang dihimpun maksimal Rp 10 miliar.

Sedangkan penerbit yang bukan merupakan perusahaan publik diharuskan memiliki jumlah pemegang saham penerbit tidak lebih dari 300. Jumlah modal disetor maksimal sebesar Rp 30 miliar.

Kemudian bagi penyelenggara layanan equity crowdfunfing wajib mempunyai modal disetor dan modal sendiri. Masing-masing minimal sebesar Rp 2,5 miliar ketika mengajukan izin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement