REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan mengawali misi dagang 2019 dengan melakukan kunjungan ke Amerika Serikat pada Senin (14/1) hingga Sabtu (19/1). Kunjungan kerja ini merupakan salah satu langkah awal untuk meningkatkan kinerja ekspor nasional di tengah kondisi ekonomi dunia yang tahun ini diprediksi melambat.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, kunjungan kerja ke AS merupakan salah satu strategi yang dilakukan untuk mencapai ekspor nonmigas yang ditargetkan naik 7,5 persen dibandingkan tahun lalu atau sebesar 175,9 miliar dolar AS. "Upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor harus dilakukan sedini dan semaksimal mungkin di tengah kondisi perlambatan pertumbuhan ekonomi global," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (13/1).
Neraca perdagangan nonmigas tercatat surplus sebesar 4,64 miliar dolar AS pada Januari sampai November 2018. Dalam periode tersebut, ekspor secara keseluruhan tumbuh positif sebesar 7,7 persen dengan nilai ekspor migas sebesar 15,65 miliar dolar AS dan ekspor nonmigas 150,14 miliar dolar AS.
Dalam kunjungan kerja ini, Enggar dijadwalkan melakukan sejumlah pertemuan. Salah satunya yaitu pertemuan bilateral dengan Duta Besar Perwakilan Perdagangan AS (USTR Ambassador) Robert Lighthizer guna menindaklanjuti pemberian tarif preferensial yaitu sistem preferensi umum (Generalized System of Preferences/GSP). Sebanyak 3.546 produk Indonesia diberikan fasilitas GSP berupa eliminasi tarif hingga 0 persen.
Dalam tujuh bulan terakhir, pemerintah Indonesia telah melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan AS agar status Indonesia dapat tetap dipertahankan di bawah skema GSP. Sebab, program ini memberi manfaat baik kepada eksportir Indonesia maupun importir AS yang mendapat pasokan produk yang dibutuhkan.
Pada Oktober 2017, Pemerintah AS melalui USTR mengeluarkan Peninjauan Kembali Penerapan GSP Negara (CPR) terhadap 25 negara penerima GSP, dan Indonesia termasuk di dalamnya. Pada 13 April 2018, USTR secara eksplisit menyebutkan akan melakukan peninjauan pemberian GSP kepada Indonesia, India, dan Kazakhstan. Hal ini tertuang dalam Federal Register Vol. 83, No. 82. Pada 30 Mei 2018, AS juga mengumumkan akan melakukan peninjauan GSP terhadap Thailand.
Enggar juga dijadwalkan bertemu dengan CEO Kamar Dagang dan Industri (Kadin) AS Tom Donohue dan para pelaku usaha AS. Antara lain yang bergerak di sektor alas kaki dan garmen; serta pertemuan dengan para calon investor potensial. Selain itu, ia juga akan menghadiri seminar mengenai kelapa sawit, menghadiri forum bisnis, dan membuka penjajakan kesepakatan bisnis (business matching).
Kunjungan kerja ke AS tidak hanya diisi dengan pertemuan formal di AS, namun juga diikuti dengan penjualan secara langsung melalui misi dagang. Menurut Enggar, hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan hasil kunjungan kerja.
Dengan forum bisnis dan business matching, Enggar berharap para pengusaha dapat bertransaksi secara langsung dan membangun bisnisnya. "Jadi, nantinya dapat meningkatkan kinerja perdagangan kedua negara," katanya.
Sebanyak 15 pengusaha turut dalam misi dagang kali ini. Pelaku usaha tersebut bergerak di sektor kelapa sawit, alumunium dan baja, hasil laut, kedelai dan gandum, kapas dan tekstil, kopi, ban mobil, emas dan perhiasan, serta daging sapi. Selain itu, turut serta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Indonesia Biofuels Producers Association (APROBI-IBPA), dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI).
Total perdagangan Indonesia-AS mencapai 25,92 miliar dolar AS, surplus untuk Indonesia sebesar dolar AS 9,7 miliar. Total perdagangan dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren positif sebesar 0,39 persen. Pada tahun 2017, AS merupakan negara tujuan ekspor nonmigas ke-2 setelah China dengan nilai 17,1 miliar dolar AS. Produk ekspor utama Indonesia ke AS, antara lain udang, karet alam, alas kaki, ban, dan pakaian wanita.
Sementara dari segi impor, AS menjadi negara sumber impor nonmigas ke-5 bagi Indonesia senilai 7,7 miliar dolar AS. Produk impor utama Indonesia dari AS, antara lain kacang kedelai, kapas, gandum, residu pabrik tepung dan limbah makanan, serta makanan olahan untuk hewan.