REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan pada pertengahan 2020 nanti Indonesia akan mempunyai industri bahan baku baterai lithium yang menjadi komponen utama kendaraan listrik. Industri ini merupakan pabrik pemurnian dan pengolahan nikel yang menjadi komponen utama baterai lithium.
Ia mengatakan, selain pengolahan nikel, industri integrasi ini juga akan akan dibangun fasilitas pengolahan dan pemurnian hydroxites dan kobalt. "Ini paten juga kita, industri ini akan produksi pemurnian nikel sebesar 50 ribu ton per tahun. Sedangkan kobalt sebesar 4.000 ton per tahun," ujar Luhut di kantornya, Senin (14/1).
Luhut mengatakan, investor asing yang menanamkan investasinya pada pendirian pabrik ini antara lain, perusahaan baterai terbesar China CATL, perusahaan daur ulang baterai GEM, Tsingshin Group, dan perusahaan Jepang Hanwa. Untuk bisa beroperasi di sini, perusahaan asing itu menggandeng Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) selaku penyedia lahan.
"Mereka bisa investasi sebesar 720 juta dolar AS saat ini. Mereka juga berkomitmen untuk melakukan tambahan investasi hingga 4,2 miliar dolar AS selama lima tahun ke depan," ujar Luhut.
Luhut menjamin investor yang masuk tidak sembarangan karena harus mengikuti aturan main di Indonesia. Disebutkan Luhut, pabrik yang dibangun setidaknya memenuhi empat kriteria yaitu, ramah lingkungan, ada alih teknologi, melibatkan tenaga kerja lokal dan memberikan nilai tambah nilai tambah.
Saat ini, kawasan IMIP mempekerjakan 30.028 tenaga kerja. Sebanyak 3.100 di antaranya merupakan tenaga kerja asing yang sebagian besar dari Cina dengan masa kontrak paling lama tiga tahun.
Pembangunan pabrik ini sejalan juga dengan langkah pemerintah untuk segera mengeluarkan peraturan terkait kendaraan listrik. Jika selama ini persoalan kendaraan listrik terkendala bahan baku baterai yang cukup mahal, maka dengan adanya industri ini maka rencana memasifkan kendaraan listrik bisa segera terealisasi.