REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengakui, target pertumbuhan ekspor non migas sepanjang 2018 tidak dapat mencapai 11 persen. Ia mencoba realistis dengan melihat kinerja ekspor pada periode Januari hingga November 2018 yang hanya 7,47 persen.
Tapi, Enggar mengapresiasi pertumbuhan ekspor non migas tersebut karena sudah berada di atas Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Menurutnya, angka 7,47 persen sudah mampu menyokong pertumbuhan ekonomi secara makro. Ia memprediksi, pertumbuhan ekspor rata-rata sepanjang 2018 akan mencapai 7,5 persen.
"Untuk mendapat pertumbuhan 5,2 atau 5,3 persen, ada beberapa persyaratan. Termasuk, berapa nilai tukar dan ekspornya. Angka 7,5 persen sudah di atas parameter (persyaratan)," kata Enggar ketika ditemui di Gedung Kemendag, Jakarta, Senin (7/1).
Enggar menuturkan, salah satu tantangan terbesar kinerja ekspor pada 2018 adalah perang dagang yang diprediksi masih berlangsung sampai tahun ini. Tapi, ia optimistis, Indonesia tetap dapat memanfaatkan peluang yang ada, sesuai dengan arahan dari Presiden Joko Widodo.
Enggar menjelaskan, dalam kondisi perang dagang saat ini, daya beli buyer dari negara lain pasti menurun. Kondisi tersebut tidak hanya berlaku di Indonesia, juga di negara lain. "Makanya, World Bank pun menurunkan target pertumbuhan ekonomi dunia," ujarnya.
Prospek Emiten Kosmetik pada 2019
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, perang dagang akan berimbas besar pada ekspor Indonesia. Sebab, Cina menjadi salah satu pasar paling signifikan. Sedangkan, menurut prediksi internasional, Negeri Tirai Bambu akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, yakni 6,2 persen dari proyeksi awal 6,6 persen.
Selain itu, Rosan menambahkan, faktor penentu lainnya adalah harga komoditas internasional. Menurutnya, tingkat ekspor Indonesia banyak bergantung pada harga komoditas dunia. "Kondisi saat ini, harga komoditas tidak terlalu tinggi dan dikhawatirkan, jika perekonomian Cina melemah, ekspor kita ke Cina menurun. Dampaknya akan sampai ke pertumbuhan ekonomi, terutama ekspor," katanya.
Tapi, Rosan menambahkan, pemerintah dan pengusaha berupaya untuk terus mendorong investasi agar pertumbuhan ekonomi tetap stabil. Selain itu, konsumsi domestik juga terlihat cukup baik, begitupun dengan pertumbuhan industri yang mencapai 5,3 sampai 5,4 persen, melebihi produk domestik bruto (PDB)
Menurut Rosan, pertumbuhan industri tersebut dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Sebab, biasanya, pertumbuhan industri selalu di bawah PDB. "Dengan begitu, diharapkan pertumbuhan kita akan jauh lebih baik pada 2019 ini," ujarnya.