Kamis 27 Dec 2018 17:55 WIB

Indonesia Ingin Perkuat Akses Pasar Pertanian ke Australia

Nilai ekspor komoditas pertanian Indonesia ke Australia mencapai Rp 1,77 triliun.

Red: EH Ismail
Pertemuan Badan Karantina Pertanian dengan perwakilan Australia di Jakarta.
Foto: Humas Kementan.
Pertemuan Badan Karantina Pertanian dengan perwakilan Australia di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah pertemuan Indonesia-Australia pada Kelompok Kerja Pertanian, Pangan, dan Kehutanan (Working Group on Agriculture, Food, and Forestry Cooperation/WGAFFC) ke-22 pada 2019. Agenda tersebut akan menjadi ajang penguatan kerja sama bidang pertanian antara ke dua negara, termasuk mendorong kapasitas ekspor komoditas unggulan Indonesia ke negeri kangguru tersebut.

“Persiapan telah dilakukan dan pelaksanaannya akan digelar pada bulan Juni atau Juli tahun depan,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Banun Harpini selaku co-chair Indonesia untuk WGAFFC melalui keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (27/12).

Menurut Banun, Barantan telah melakukan pertemuan dengan perwakilan Australia pada Rabu (19/12) di Jakarta dan disepakati agenda pembahasan WGAFFC ke-22 untuk sektor pertanian dan kehutanan. Hadir mewakili pemerintah Australia pada pertemuan kali ini adalah First Assistant Secretary, Trade Market Access, Department of Agriculture and Water Resources Australia Louis van Meurs.

Pada pertemuan sebelumnya yang diadakan pada Februari 2018 di Meulbourne, Indonesia telah berhasil mencapai kesepakatan, di antaranya disetujuinya metode iradiasi untuk ekspor komoditas mangga dan buah naga, juga ekspor produk olahan ayam yang harus sesuai dengan persyaratan biosecuriti Australia.

“Persetujuan ini menjadi penting bagi ekspor buah mangga dan buah naga Indonesia karena dapat lebih bertahan lama. Sementara di pihak Australia dicapai kesepakatan berupa importasi benih kentang yang harus sesuai dengan ketentuan perkarantinaan di Indonesia,” ujar Banun.

Khusus eksportasi mangga asal Indonesia, Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Barantan Dr Antarjo Dikin juga meminta Australia untuk segera mengirimkan ahli iradiasi dari IAEA Austria. Hal ini guna tindak lanjut kerja sama dengan Batan dalam penyempurnaan prosedur standard radiasi buah mangga.

Antarjo yang mendampingi Banun dalam pertemuan kali ini juga menekankan beberapa hal teknis perkarantinaan, yakni meminta Australia agar memberikan kesetaraan perlakuan atau equivalency treatment terhadap buah manggis yang akan masuk pasar Australia berupa penyemprotan udara bertekanan atau air brush presure pengganti fumigasi dengan gas Methyl Bromida. Antarjo juga meminta Australia untuk segera membuka pasar ekspor buah naga karena telah memenuhi persyaratan masa dengar pendapat publik (public hearing consultation) telah berakhir.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, tercatat nilai ekspor komoditas pertanian Indonesia ke Australia senilai 126,53 juta dolar AS atau sebesar Rp 1,77 triliun. Adapun komoditas unggulan adalah kedelai, kakao, kopi, karet, dan nanas. “Kerja sama Indonesia-Australia, khususnya di bidang pertanian, telah berlangsung lebih dari 20 tahun dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Untuk itu, kerja sama bilateral ini harus terus diperkuat,” ujar Banun.

Selain pembahasan mengenai perdagangan komoditas pertanian juga dibahas agenda terkait kehutanan dan peningkatan kapasitas, capacity building bagi petugas karantina, khususnya dalam hal keamanan pangan atau biosekuriti. Selain membawa agenda negosiasi khusus bagi produk pertanian yang bakal menembus pasar Australia, Banun juga berencana fokus pada penguatan sistem sertifikasi perkarantinaan.

“Akses pasar untuk produk buah tropis seperti manggis, pisang, dan buah lainnya akan menjadi fokus agenda dari kami. Juga kerja sama terkait Animal Health Certificate dan penguatan e-cert Indonesia-Australia yang telah berjalan,” kata Banun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement