Ahad 23 Dec 2018 08:26 WIB

Bioindustri Jadi Solusi Usaha Tani Petani Minahasa

Kotoran (feses) ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman.

Red: EH Ismail
Program bioindustri integrasi tanaman jagung dan ternak sapi di Kabupaten Minahasa.
Foto: Humas Balitbangtan.
Program bioindustri integrasi tanaman jagung dan ternak sapi di Kabupaten Minahasa.

REPUBLIKA.CO.ID, TONDANO – Kabupaten Minahasa mengembangkan program bioindustri integrasi tanaman jagung dan ternak sapi di Desa Kembuan Kecamatan Tondano Utara. Tim kerja memperkenalkan teknologi kandang sapi dan pengolahan limbah ternak untuk tanaman.

Kepala Balai Pengembangan Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Sulawesi Utara Yusuf mengatakan, kegiatan tersebut merupakan program yang diusung oleh Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) dan diimplementasikan oleh BPTP di 33 provinsi di Indonesia. Dari kegiatan bioindustri  itu diharapkan kegiatan usaha tani petani terbantukan.

“Dengan kegiatan ini usaha tani petani dengan ternak, tidak akan ada yang terbuang. Karena, output dari satu subsistem akan menjadi input dari subsistem lain,” kata Yusuf satu kesempatan saat diskusi di Minahasa.

Yusuf menenerangkan, hasil yang dilakukan tim kerja kegiatan dapat dilihat dari rancangan kandang pemeliharaan ternak dan pengolahan limbah secara simultan. Tim pun sudah menghasilkan pupuk padat dan cair serta sudah diimplementasikan petani dalam usaha tani Jagung.

Yusuf berharap, tim kerja bisa optimal mendampingi petani sehingga tujuan pemerintah agar hadir di tengah-tengah petani dan menjadi solusi bagi permasalahan petani bisa terwujud. Kelangkaan pupuk dalam usaha tani juga dapat diatasi dengan mengajak petani menggunakan olahan pupuk dari kegiatan bioindustri. “Dengan demikian, kita mengambil peran dalam kemandirian ekonomi petani,” kata Yusuf

Peneliti peternak Derek J Polakitan menyatakan, dengan penanganan limbah dalam kandang dengan tepat dan benar, maka kotoran (feses) cair dan padat dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Permasalahan bau tidak enak dalam kandang pun dapat diatasi sekaligus memberikan sumber pendapatan baru bagi petani.”

Dalam pendampingan sebagai peneliti peternakan, kata Polakitan, petani terus diajarkan mengolah feses padat dan cair dari sapi secara konsisten. Dengan terus diulang dan diulang, keterampilan petani bisa dibangun. Saat ini, menurut Polakitan, petani sudah menghasilkan pupuk cair dan padat bahkan sudah melakukan pengemasan dan siap dipasarkan.

Setelah diolah, hasil dari kotoran ternak sudah digunakan petani dalam kegiatan usaha tani. Biaya usaha tani dari unsur pupuk juga dapat ditekan. Petani semakin terampil dalam mengolah limbah ternak dan sumber pendapatan baru tercipta pada petani.

Menurut Polakitan, hasil dari olahan feses di kegiatan bioindustri di Kembuan Tondano sudah digunakan kelompok tani di Minahasa Utara untuk tanaman padi, jagung, dan bawang merah.

“Hasil dari produk tanamannya beberapa waktu lalu dipanen Gubernur Sulawesi Utara dengan menggunakan pupuk hasil olahan dari bioindustri di Minahasa,” ujar Polakitan.

Kegiatan pendampingan pada kegiatan bioindustri yang dilakukan peneliti peternakan juga dihadiri oleh tim embrio ternak Cipelang Bogor yang melakukan supervisi hasil IB para inseminator Minahasa di kelompok Makaaruyen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement