Jumat 21 Dec 2018 22:14 WIB

Kadin Dorong Kepemilikan Ekspor Halal

Soal industri halal, Indonesia justru dibandingkan Thailand, Selandia Baru.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Dwi Murdaningsih
ModernCikande Industrial Estate (MCIE) mengembangkan kawasan industri halal pertama di Indonesia.
Foto: ModernCikande Industrial Estate
ModernCikande Industrial Estate (MCIE) mengembangkan kawasan industri halal pertama di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Komite Tetap Timur Tengah (KT3) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mendorong untuk terjadinya kepemilikan ekspor halal. Hal itu ditandai dengan penandatanganan nota kepahaman antara Kadin KT3 dan OKI dengan Badan penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) hari ini (21/12).

 

“Kita ini memang sudah harus meningkatkan kepemilikan ekspor halal, terutama ke timur tengah,” kata Ketua Kadin KT3-OKI Fachry Thaib di Plaza Timor, Jakarta, Jumat (21/12).

 

Dia menjelaskan keharusan Indonesia harus memiliki sertifikat halal tidak bisa dianggap remeh, terutama produk ekspor ke negara timur tengah dan OKI. Fachry menegaskan negara OKI akan menetapkan barang impor yang memiliki sertifikasi halal.

 

Fachry menganggap hal tersebut saat ini belum diperhatikan oleh pemerintah sehingga sertifikasi halal perlu dilakukan. “Tapi apakah pemerintah peduli atau nggak, itu belum tentu,” ujar Fachry.

 

Untuk itu, dia memastikan Kadin KT3-OKI mendukung BPJPH dalam merngimplementasikan Undang-undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014. Dukungan tersebut, kata Fachry, baik secara domestik ataupun kepentingan ekspor produk halal.

 

Biaya Sertifikasi Halal Dipastikan tak Memberatkan UMKM

Dia menilai paling tidak jika saat ini Indonesia sudah memperhatikan sertifikasi halal, paling tidak bisa untuk menghadapi jika nantinya seluruh negara timur tengah sudah menerapkan aturan tersebut. “Sertifikat halal itu juga di industrinya. bukan hanya produknya. Misalnya, saya punya produk permen, masa harus pergi minta sertifikasi halal ke Malaysia biar bisa ekspor,” jelas Fachry.

 

Bahkan Fachry memastikan sertifikasi produk halal sifatnya sudah global sebelum Indonesia memulai saat ini. Dia menegaskan, Indonesia justru tertinggal dibandingkan Thailand, Selandia Baru, Australia, dan Inggris.

 

“Kita ini malah kawasan industri halal, jutru belum punya. Thailand udah punya, padahal penduduknya banyak sekali yang nonmusli. Nah kita ini terlambat,” tutur Fachry.

 

Sementara itu, Wakil Ketua KT3-OKI Mohamad Bawazeer menambahkan pada dasarnya UU Nomor 33 Tahun 2014 tersebut juga untuk melindungi eksportir. Terutama bagi pengusaha yang mengekspor produknya ke negara timur tengah.

 

Dengan begitu, menurutnya produk tersebut tidak perlu harus melaluui negara lain yang memberikan sertifikasi halal seperti Malaysia. “Itu logika normalnya, saya yakin UU ini akan ada dampak positif,” jelas Bawazeer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement