Rabu 19 Dec 2018 19:10 WIB

BP Batam Dilebur, Indef: Pemerintah Gagal Paham

Walikota Batam akan merangkap jabatan sebagai Kepala BP Batam

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan pemerintah untuk meleburkan Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan Pemkot Batam dan menjadikan Walikota Batam sebagai ex-officio BP Batam menimbulkan polemik. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, kebijakan tersebut tidak sejalan dengan cita-cita membangun Batam sebagai motor penggerak ekonomi nasional.

Hal itu bahkan diyakini dapat memperburuk iklim investasi yang mengalami tren menurun di daerah tersebut. "Respons kami, berarti yang memutuskan itu gagal paham," kata Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati dalam diskusi bertajuk "Menakar Masa Depan Batam Pasca Pengalihan BP Batam" di Jakarta, Rabu (19/12).

Enny menyarankan, pemerintah untuk meninjau kembali keputusan tersebut. Hal ini lantaran kebijakan tersebut bisa bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Dia menyampaikan, jika Walikota Batam merangkap jabatan sebagai Kepala BP Batam maka berpotensi melanggar UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda. Ini lantaran seorang kepala daerah tidak dibolehkan merangkap jabatan.

Dari perspektif anggaran, rangkap jabatan tersebut juga berpotensi memunculkan konflik kepentingan anggaran dan tata kelola pemerintahan pusat dan daerah.

Menurut Enny dengan adanya wacana tersebut, ketidakpastian semakin meningkat di Batam. Hal itu terkait dengan regulasi, lahan, dukungan infrastruktur, hingga kepastian insentif untuk investor.

"Investor yang menemui ketidakpastian tentu lebih memilih melakukan relokasi ke daerah lain terlebih ada negara tetangga yang menawarkan berbagai daya tarik dan kepastian berusaha," kata Enny.

Jika alasan pemerintah menerbitkan keputusan tersebut akibat dualisme kepemimpinan di Batam, menurut Enny, hal itu dapat diselesaikan dengan menerbirkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang hubungan kerja antara Pemkot Batam dan BP Batam. Hal itu pun merupakan amanat dari UU nomor 53 tahun 1999 tentang pembentukan Kota Batam.

"Tetapi, sudah bertahun-tahun PP ini tak kunjung selesai," kata Enny.

Jika aturan tersebut bisa diselesaikan, Enny menilai akan tercipta pembagian wilayah dan objek kerja antara Pemkot Batam dan BP Batam. "Misalnya, hal yang terkait dengan pemukiman dan pelayanan masyarakat diamanatkan ke Pemkot sementara tugas untuk menjalankan fungsi FTZ (Free Trade Zone) ke BP Batam," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement