REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk mengawasi perusahaan financial technology (fintech) pinjam-meminjam uang dalam jaringan (peer-to-peer lending) yang legal atau terdaftar. Pengawasan ini sebagai bentuk upaya perlindungan terhadap konsumen.
"Cara OJK mengawasinya yaitu melalui laporan dan kemudian disampaikan ke asosiasi," kata Kepala Bagian Operasional Konsumen OJK Yulianta dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (19/12).
Ia menjelaskan bahwa pengawasan dan penindakan perusahaan fintech ilegal dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi. Salah satu langkahnya yaitu satgas merilis daftar yang ilegal agar tidak digunakan oleh masyarakat.
"Satgas Waspada Investasi selalu memperbarui daftar investasi ilegal. Sanksi pengawasan bisa teguran, pembekuan kegiatan usaha, dan pencabutan tanda terdaftar. Kalau sampai dicabut, akan disampaikan ke masyarakat," ujar Yulianta.
Dalam kesempatan yang sama, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPBI) mengakui bahwa memang ada perusahaan fintech ilegal yang meresahkan masyarakat. Asosiasi mengimbau masyarakat untuk klarifikasi ke OJK atau AFPBI mengenai legalitas perusahaan fintech pinjaman dalam jaringan.
Wakil Ketua II Direktorat Multiguna AFPBI, Entjik Djafar, menjelaskan perusahaan fintech yang terdaftar di asosiasi wajib mengikuti code of conduct untuk mengatur etika berbisnis yang harus disetujui perusahaan.
"Tekfin saat ini memang pesat bertambahnya karena animo masyarakat besar terutama dari sektor UMKM yang belum bisa masuk ke bank atau unbankable," ujar dia.
Menurut catatan AFPBI, nasabah fintech peer-to-peer lending mencapai lebih dari dua juta nasabah. Jumlah pinjaman yang sudah disalurkan oleh tekfin legal mencapai Rp15 triliun sampai dengan September 2018.