REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Biro perjalanan daring (OTA) Traveloka dikabarkan mengakuisisi tiga perusahaan sejenis, salah satunya Pegipegi dari Indonesia. Menanggapi hal tersebut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara berpendapat akuisisi adalah hal yang lumrah terjadi di dunia bisnis.
"Itu bisnis, boleh-boleh saja. Di Indonesia misalnya ada perusahaan, dan ini kebetulan unicorn. Model pengembangannya melakukan akuisisi, sebetulnya itu kolaborasi," kata Rudiantara saat ditemui di acara Huawei di Jakarta, Selasa (18/12).
Menurut dia, raksasa teknologi dunia sekelas Google pun berkembang dengan cara yang demikian, mengakuisisi perusahaan lain jika memiliki fitur yang cocok dikembangkan bersama perusahaan tersebut. Dia enggan berkomentar ketika disinggung apakah Traveloka akan menjadi decacorn dengan akuisisi ini.
Di sisi lain, dia berharap Indonesia segera memiliki perusahaan rintisan yang berstatus decacorn, yaitu memiliki valuasi senilai 1 miliar dolar. Saat ini Indonesia baru memiliki empat unicorn, perusahaan yang memiliki valuasi 1 juta dolar AS, yaitu Gojek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak.
Rudiantara yakin tahun depan perusahaan rintisan Indonesia akan ada yang naik tingkat menjadi decacorn, namun, dia enggan membocorkan siapa yang akan menembus 1 miliar dolar AS pada 2019. "Saya nggak bisa sebut lah hehehe. Tunggu pendanaan satu ronde lagi," kata dia.
Laman Tech In Asia menyebutkan Traveloka sudah mengakuisisi Pegipegi, Mytour dari Vietnam, dan Travelook dari Filipina, senilai 66,8 miliar dolar AS.
Ketiga perusahaan tersebut tadinya merupakan subsider dari perusahaan Jepang, Recruit Holdings. Dalam pernyataan tertanggal Januari lalu, Recruit Holdings menyatakan mereka menjual seluruh holding ketiga perusahaan tersebut ke Jet Tech Innovation Ventures Pte Ltd, yang terdaftar di Singapura.
Pemegang saham tunggal perusahaan tersebut adalah Jet Tech Ventures Pte Ltd, yang dimiliki Traveloka. CEO Traveloka Ferry Unardi, menurut Tech In Asia menjabat sebagai direktur.
Recruit Holdings menjual ketiga perusahaan mereka karena pasar OTA yang kompetitif di Asia Tenggara. Travelbook dan Mytour dikabarkan merugi pada periode 2014 hingga 2016, sementara Pegipegi meraih keuntungan 158 ribu dolar AS dari penjualan bersih sekitar 29 juta dolar AS pada 2016 lalu.
Angka Pegipegi tersebut merupakan penurunan 94 persen dibandingkan tahun sebelumnya.