Senin 17 Dec 2018 06:12 WIB

Inalum Targetkan Transaksi Divestasi Selesai Pekan Depan

Perseroan sudah menyelesaikan dokumen antitrust.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Pembelian saham Freeport
Foto: republika
Pembelian saham Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) telah menyelesaikan pengurusan dokumen antitrust yang merupakan salah satu dokumen penting untuk menyelesaikan proses divestasi. Dokumen antitrust yang perlu didapatkan dari beberapa negara ini sudah selesai pekan lalu.

Head of Corporate Communications and Government Relations Inalum, Rendy Witoelar menjelaskan dokumen antitrust yang sudah dikantongi inalum antara lain dari Filipina, China, Jepang dan Korea Selatan. Sedangkan antitrust dari Indonesia akan diberikan setelah transaksi selesai.

"Dokumen antitrust sudah lengkap. Mudah mudahan pekan depan transaksi selesai," ujar Rendy saat dihubungi Republika.co.id pada Ahad (16/12).

Rendy mengatakan dokumen ini penting dengan tujuan agar kegiatan ekspor nantinya tidak bermasalah karena dianggap kartel yang membentuk harga. "Ini hanya masalah waktu. Beberapa lembaga terkait sedang memfinalisasi bahasa hukum dan dokumentasi yang diperlukan sebelum Inalum melakukan pembayaran ke Freeport," tambah Rendy.

Namun, memang dalam proses pembayaran divestasi, Inalum tidak sendiri. Selain melakukan transaksi, pemerintah juga secara bersamaan harus menyiapkan lembaran Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang akan ditandatangani Freeport McMoran. Nantinya, IUPK dan transaksi tersebut akan dilakukan bersama.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak mengatakan kementerian sedang melakukan finalisasi penyusunan IUPK. Meski tak bisa merinci kapan IUPK tersebut selesai dan penandatangan dilakukan, Yunus mengatakan proses tersebut akan berbarengan dengan transaksi.

"Segera selesai. Nanti berbarengan (dengan transaksi)," ujar Yunus saat dihubungi.

Namun meski Inalum dan ESDM sudah siap, salah satu persyaratan yang harus dilakukan lagi sebelum pembayaran adalah penyelesaian isu lingkungan. Hingga kini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum memberikan persetujuan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). PTFI juga belum mendapatkan persetujuan mengenai peta jalan (road map) untuk pedoman pemanfaatan limbah tailing.

Padahal, Ini merupakah salah satu syarat, sebelum dilakukannya transaksi divestasi. "Kami sedang menunggu persetujuan dari KLHK," kata Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama, Kamis (13/12).

Nantinya, Inalum akan membayar sebesar  3,85 miliar dolar AS kepada Freeport untuk memiliki saham sebesar 51 persen. Inalum akan membayar divestasi tersebut dengan global bond atau surat utang global. Nilai global bond yang yang diterbitkan awal November lalu itu mencapai 4 miliar dolar atau sekitar Rp 58,4 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement