Jumat 14 Dec 2018 12:15 WIB

Start-up untuk Bantu Perekonomian Nasional

Perusahaan rintisan membantu memangkas rantai penjualan produk pertanian.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Lima start up mendapatkan anugerah Making Indonesia Start Up 4.0 2018 di Jakarta, Kamis (13/12).
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Lima start up mendapatkan anugerah Making Indonesia Start Up 4.0 2018 di Jakarta, Kamis (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muncul dari rasa kepedulian terhadap peternak Gunung Kidul yang kerap merugi dalam proses penggemukkan sapi, perusahaan rintisan bernama Bantuternak lahir pada tahun ini. Pola bisnis yang diterapkan tidak sekadar sebagai penyedia modal, melainkan menciptakan ekosistem supply chain sehat di komoditas sapi.

Salah satu founder Bantuternak Lukman Attamini mengatakan, banyak peternak tradisional yang masih menjadikan sapi sebagai komoditas investasi. Apabila tidak membutuhkan biaya, mereka tidak akan menjual sapi. 

Menurut Lukman, banyak peternak yang sudah menjual sapi kemudian tidak dapat membeli sapi untuk digemukkan lagi. Akibatnya, banyak kandang kosong. "Sedangkan, kebutuhan pemenuhan daging dalam negeri selalu meningkat setiap tahunnya," ujarnya ketika ditemui Republika.co.id dalam acara Semarak Festival IKM di Jakarta, Kamis (13/12).

Data Kementerian Pertanian (Kementan) 2018 menyebutkan, kebutuhan daging nasional mencapai 663 ribu ton. Sedangkan, peternak sapi lokal hanya memenuhi 403 ribu ton atau setara dengan 69 persen kebutuhan. Terdapat kesenjangan yang sangat besar antara suplai dan kebutuhan. 

Lukman menjelaskan, Bantuternak lahir menjadi sebuah social enterprise yang berperan sebagai penghubung antara pemilik modal investasi dengan peternak.

Lukman menuturkan, pihaknya memberi pendampingan peternak dari proses perawatan sapi yang baik hingga menyalurkan langsung sapi ke konsumen. "Proses bisnis ekonomi berbagi yang dijalankan, kami percayakan sebagai solusi nyata perbaikan kesejahteraan peternak Indonesia di masa depan," katanya. 

Setidaknya ada tiga solusi yang akan diselesaikan oleh Bantuternak. Pertama, penyaluran modal dari peternak ke investor dalam bentuk bakalan sapi yang dapat digemukkan. Kedua, pendampingan peternak secara berkala. Termasuk, melalui edukasi tentang bagaimana merawat ternak yang baik dimulai dari standar paka, sanitasi dan kesehatan. 

Selama proses penggemukan berlangsung, Lukman mengatakan, tim lapangan akan melakukan pengecekan kondisi secara kontinyu. Hasil survei lapangan ini akan dikabarkan ke investor, sehingga mereka bisa memantau perkembangan ternak yang didanai melalui aplikasi. 

Solusi terakhir yang ditawarkan adalah transparansi harga. Setelah sapi selesai digemukkan, Bantuternak membantu menghubungkan dengan calon pembeli sapi atau rumah pemotongan hewan. 

Dengan cara itu, Lukman menjelaskan, Bantuternak memotong rantai niaga sapi dengan cara meminimalisasi adanya makelar ternak yang merugikan peternak. “Pola ini kami yakini sebagai solusi transparansi harga yang menguntungkan peternak,” tuturnya. 

Tujuan serupa juga dimiliki PT Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB). Hanya saja, perusahaan rintisan berbasis Yogyakarta ini fokus sebagai penyedia solusi terkemuka untuk agribisnis 4.0 dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani dengan satu solusi terintegrasi. 

Chief Marketing Officer PT MSMB Hesti Anita menjelaskan, MSMB berasal dari start up teknologi pertanian bernama RiTx yang terintegrasi dengan aplikasi. Setelah itu, PT MSMB berinovasi dengan menciptakan konsep serupa untuk bidang lain. "Misalnya, FisTx untuk bidang perikanan," ucapnya. 

Melalui produk RiTx Weather and Soil Sensor, PT MSMB membantu pemangku kepentingan dalam mendeteksi, mengukur dan mencatat sejumlah indikator yang dibutuhkan. Di antaranya kondisi cuaca pertanian, arah angin, curah hujan, temperatur udara serta prediksi cuaca. Stakeholder yang dituju adalah petani, penyuluh, dinas dan departemen. 

Bantuternak dan PT MSMB merupakan contoh dua perusahaan rintisan yang menerapkan konsep internet of things (IoT). Atas inovasinya, mereka masuk dalam lima besar kompetisi Making Indonesia 4.0 Start Up yang diadakan Kementerian Perindustrian. Mereka berhak mendapatkan Rp 50 juta untuk pengembangan masing-masing bisnis. 

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, meningkatkan wirausaha start up di sektor industri kreatif sejalan dengan kesiapan untuk mengambil peluang adanya momentum bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia pada 2030. Airlangga mengatakan, industri kreatif dalam negeri mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian.

"Karena itu, kami terus melakukan peningkatan daya saingnya agar semakin kompetitif di kancah domestik hingga global, bahkan siap memasuki era ekonomi digital," tuturnya.

Airlangga menyebutkan, data tentang industri kreatif di Indonesia mencatatkan kontribusi yang terus meningkat terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam tiga tahun terakhir. Pada 2015, sektor ini menyumbang sebesar Rp 852 triliun, sedangkan pada 2016 mencapai Rp 923 triliun. Pada 2018, industri ini diproyeksi tembus hingga Rp 1.000 triliun. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement