Kamis 13 Dec 2018 17:27 WIB

Apindo: UMK Bekasi 2019 Bisa Membuat Perusahaan Tutup

Akhir tahun ini diperkirakan ada tiga perusahaan di Kabupaten Bekasi gulung tikar

Upah minimum pekerja. ilustrasi
Foto: Yasin Habibi/Republika
Upah minimum pekerja. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengemukakan, penetapan upah minimum kabupaten (UMK) Bekasi, Jawa Barat, tahun 2019 sebesar Rp 4,1 juta berdampak pada penutupan sejumlah perusahaan di daerah itu. Kondisi ini bisa terjadi akibat perusahaan tidak mampu menaikkan gaji pekerja.

"Memang akan ada perusahaan tekstil yang hengkang dan menjual asetnya, karena pengusaha menilai upah dan produksi yang dihasilkan tidak imbang. Maka perusahaan tidak akan bertahan," kata Ketua Apindo Kabupaten Bekasi, Sutomo di Cikarang, Kamis (13/12).

Di pengujung 2018, diperkirakan akan ada dua hingga tiga perusahaan yang bergerak di bidang tekstil yang akan gulung tikar dan menjual aset-asetnya yang ada di Kabupaten Bekasi. Perusahaan itu diperkirakan juga akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) seluruh karyawannya.

Sutomo mengatakan peristiwa perusahaan hengkang dan menjual asetnya bukan hal pertama terjadi, karena jauh sebelumnya, ada beberapa perusahaan besar di Kabupaten Bekasi yang sudah lebih dulu hengkang dari wilayah tersebut.

Sejumlah perusahaan elektronik seperti Toshiba, Sony dan Sanyo yang juga menutup pabriknya lalu menjual asetnya yang ada di Kabupaten Bekasi. Sejumlah perusahaan elektronik asal Jepang itu memilih hengkang dari Tanah Air karena tingginya biaya produksi.

"Tidak imbang antara pemasukan yang diterima perusahaan dengan pengeluaran. Daripada rugi lebih besar, maka perusahaan itu lebih baik tutup dan menjual asetnya. Sekarang ini, banyak perusahaan tekstil menjual pabrik yang ada di Kabupaten Bekasi karena ketatnya persaingan pasar," katanya.

Menurut dia, ketatnya persaingan pasar membuat sejumlah industri harus memperhitungkan kembali ongkos produksi, termasuk upah pekerja yang mencapai Rp 4,1 juta tahun depan. "Kalau ongkos produksi mahal, perusahaan akan mencari wilayah yang upahnya lebih murah," kata dia.

Sutomo menyebut rata-rata perusahaan itu ingin ada jaminan kenyamanan regulasi dari pemerintah. Karena, kalau di Kabupaten Bekasi aturan sudah tidak realistis maka perusahaan akan mencari daerah lain yang memiliki kepastian regulasi yang lebih baik.

"Ingat, pada 2017 sudah ada lima perusahaan tekstil yang hengkang dari Kabupaten Bekasi. Sekarang ini, kembali akan ada perusahaan tekstil yang hengkang. Tinggal tunggu waktu saja," ucapnya.

Meski begitu Sutomo mengakui kalau pertumbuhan industri di Kabupaten Bekasi akan tetap bertambah hanya saja bidang yang digeluti bukan tekstil melainkan bidang otomotif.

"Perusahaan otomotif sudah banyak yang membuka pabriknya di Kabupaten Bekasi dengan investasi baru. Pabrik otomotif ini yang menggantikan sejumlah pabrik tekstil yang tutup," tandasnya.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Bekasi Yaya Ropandi mengatakan kenaikan nilai UMK 2019 memang membuat khawatir pengusaha. Salah satunya, ketidakmampuan pengusaha untuk membayar upah karyawannya. "Meski begitu seluruh perusahaan yang ada di Kabupaten Bekasi siap memenuhi penetapan kenaikan UMK 2019 sekitar 8 persen dibandingkan dengan UMK tahun ini," katanya.

Menurutnya, penentuan UMK tahun ini lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 yang kenaikannya tidak lebih dari 8,03 persen. Jadi, pengusaha bisa menghitung biaya yang harus dikeluarkan untuk karyawannya tahun depan.

"Sebelum ada PP Nomor 78 Tahun 2015, kenaikan upah tidak pasti. Bisa mencapai 30 persen dari tahun sebelumnya. Inilah yang membuat pengusaha kesulitan membayar upah karyawannya," kata Yaya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement