Rabu 12 Dec 2018 18:21 WIB

Pengamat: OJK Harus Fokus Cegah P2P Lending Ilegal

Selama ini OJK lebih fokus terhadap tindakan kuratif.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Fintech (ilustrasi)
Foto: flicker.com
Fintech (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Digital Ruby Alamsyah mengatakan, upaya utama untuk menghentikan perkembangan entitas fintech peer to peer (P2P) lending ilegal di Indonesia adalah mencegah mereka membuat aplikasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pihak berwenang sebaiknya bekerja sama dengan Google untuk membuat persyaratan detail sebelum perusahaan dapat membuat aplikasi atau situs sendiri. 

Tapi, sebelum itu, OJK juga harus memiliki peraturan khusus mengenai cyber patrol. Menurut Ruby, kebijakan ini dapat dihasilkan melalui kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). "Termasuk, mereka harus mengawasi celah promosi yang dilakukan fintech ilegal di dunia maya," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (12/12). 

Ruby menjelaskan, tim cyber patrol bertugas memantau perkembangan fintech P2P lending ilegal secara rutin. Apabila ada kegiatan yang mencurigakan, pemerintah berhak memblokir sementara aktivitas perusahaan sembari mengumpulkan bukti-bukti. 

Jika perusahaan tersebut terbukti melanggar aturan hukum, Ruby menjelaskan, OJK dan Kemenkominfo dapat melaporkan kepada pihak berwenang, yakni kepolisian. "Intinya, harus ada proaktif dan sinergitas antara kementerian dan lembaga," ujarnya. 

Ruby menilai, selama ini OJK lebih fokus terhadap tindakan kuratif. Setelah ada korban yang melaporkan atau terjadi kasus dengan nilai besar, mereka baru bertindak. Sudut pandang ini dinilai Ruby harus berganti dengan memprioritaskan preventif atau pencegahan. 

Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam Lumban Tobing mengatakan, permasalahan fintech lending di Indonesia juga banyak disebabkan perilaku masyarakat. Rata-rata masyarakat yang terbelit masalah di fintech lending karena meminjam bukan untuk hal produktif, melainkan gaya hidup. 

Selain itu, Tongam menambahkan, banyak juga nasabah yang tidak memahami persyaratan ketentuan dalam P2P, terutama mengenai kewajiban dan biayanya. "Bahkan, ada juga yang sampai meminjam ke 30 perusahaan P2P lending sekaligus," tuturnya. 

Terlepas dari itu, Tongam menganjurkan masyarakat untuk melapor ke polisi apabila mendapatkan teror dari penagihan fintech lending ilegal. Sebab, permasalahan tersebut bukan ranah OJK, melainkan tindak pidana yang merupakan tanggung jawab polisi. 

Sampai saat ini, setidaknya sudah 404 fintech lending ilegal yang ditutup OJK. Tongam menganjurkan kepada masyarakat untuk membaca dan memahami persyaratan ketentuan P2P sebelum berurusan dengan perusahaan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement