Rabu 12 Dec 2018 17:44 WIB

OJK Peringatkan Risiko Fintech Lending Ilegal

Fintech ilegal berisiko menyebabkan penyalahgunaan data peminjam dana.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Fintech ( Financial Technology)
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Fintech ( Financial Technology)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam Lumban Tobing meminta masyarakat untuk tidak berurusan dengan perusahaan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau ilegal. Sebab, mereka berisiko menyebabkan penyalahgunaan data ponsel dari peminjam dana. 

Tongam mengatakan, risiko tersebut bukan sekadar dugaan. Pihak SWI sudah mendapatkan laporan dari masyarakat tentang aliran data ponsel dari peminjam dana ke perusahaan ilegal. "Data tersebut kemudian disalahgunakan," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor OJK, Jakarta, Rabu (12/12). 

Tapi, Tongam mengakui, pihaknya belum mendalami metode yang dilakukan fintech ilegal untuk mendapatkan data peminjam dana. Ia berencana melakukan kajian lebih dalam bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). 

Tongam mengatakan, dampak dari penyalahgunaan data tidak hanya dirasakan si peminjam dana. Keluarga, sahabat dan tetangga dari pengguna bahkan dikontak oleh pihak perusahaan. Padahal, nasabah tidak pernah merasa memasukkan kontak orang lain ketika meminjam dana.

Hal inilah yang sering kali membuat masyarakat resah ketika sudah terlanjur berurusan dengan fintech ilegal. "Oleh karena itu, kami imbau masyarakat untuk memahami dan memastikan apakah perusahaan yang dituju benar terdaftar di OJK atau tidak. Kalau tidak, berarti mereka ilegal," ucap Tongam. 

Tongam mengatakan, pihaknya sudah menghentikan kegiatan 404 penyelenggara P2P lending ilegal. Sebagian besar di antaranya berasal dari Cina, tapi tidak sedikit juga pelakunya dari Thailand, Malaysia dan bahkan Indonesia. Untuk perusahaan Cina pun, memiliki perwakilan di Indonesia yang membuka rekeningnya di sini. 

Tongam memastikan, OJK telah melakukan tindakan tegas terhadap fintech ilegal. Selain menghentikan kegiatan operasional, OJK juga memutuskan akses keuangan P2P ilegal di perbankan dan sistem pembayaran, bekerja sama dengan Bank Indonesia. 

Bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), OJK juga mengajukan blokir situs dan aplikasi penyelenggara fintech P2P ilegal. Selain itu, OJK turut menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum. 

Tongam menuturkan, masyarakat harus memahami bahwa P2P lending merupakan perjanjian pendanaan yang akan menimbulkan kewajiban di kemudian hari. Kewajiban itu adalah untuk pengembalian pokok dan bunga utang secara tepat waktu sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. "Ini harus dipahami masyarakat," ucapnya. 

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, OJK mencatat terdapat 78 entitas yang terdaftar sebagai perusahaan P2P lending. Mereka dianggap sudah memenuhi Peraturan OJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Untuk jumlah transaksi, OJK mencatat total penyaluran P2P lending mencapai Rp 15,99 triliun melalui 73 perusahaan. Jumlah peminjam tercatat 2,8 juta peminjam dan pemberi pinjaman 5,6 juta pemberi pinjaman. "Data ini akumulasi dari Desember 2016 sampai akhir Oktober 2018," ucap Sekar. 

Ke depan, OJK berkomitmen terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat bersama para pemangku kepentingan agar literasi masyarakat mengenai kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi dapat terus meningkat. Sekar mengatakan, OJK juga akan terus memonitor dalam mengawasi perkembangan P2P sebagai upaya mewujudkan ekosistem P2P yang sehat. 

Apabila ada perusahaan fintech P2P lending yang ketahuan berjalan secara ilegal, OJK dapat mengenakan sanksi sesuai dengan ketentuan POJK 77 Tahun 2016 Nomor 47. Sanksinya berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha sampai dengan pencabutan tanda daftar izin.

 

Baca juga, OJK Hentikan Kegiatan 404 Fintech Ilegal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement