Rabu 12 Dec 2018 21:39 WIB

Wakaf Produktif dan Teknologi Digital Dorong Perekonomian

Sebagai negara Muslim terbesar Indonesia memiliki potensi realisasi wakaf yang besar.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Gita Amanda
     Seminar dan peluncuran buku
Foto: Bank Indonesia
Seminar dan peluncuran buku

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengembangan wakaf produktif saat ini dibutuhkan untuk mendorong perekonomian nasional. Sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi realisasi wakaf yang besar.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Erwin Rijanto mengatakan sejalan dengan inovasi yang terus berkembang, instrumen-instrumen keuangan sosial Islam seperti wakaf dapat lebih diperkuat. Sehingga dapat semakin berperan  untuk mendukung berbagai aktivitas produktif dan redistribusi kesejahteraan kepada masyarakat kurang mampu.

Dalam jangka panjang, instrumen ini juga diharapkan dapat mendukung pencapaian pertumbuhan Sustainable Development Goals (SDGs). Mulai dari mengurangi kemiskinan, mengatasi kelaparan, dan meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan, hingga memperkecil kesenjangan sosial.

"Bank Indonesia turut mendorong upaya pemanfaatan wakaf secara produktif yang sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI," ujr Erwin dalam forum diskusi acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2018 bertema “Inovasi Wakaf untuk Kemartabatan dan Kemakmuran Bangsa”, Rabu (12/12) di Surabaya.

Wakaf yang dipandang sebagai instrumen pelengkap pembiayaan pembangunan,  pengembangannya secara masif diharapkan dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Wakaf juga diharapkan memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional.

Berbagai langkah untuk mengembangkan wakaf telah dilakukan Bank Indonesia bekerja sama dengan berbagai pihak, antara lain penyusunan dan penerbitan Waqf Core Principles (WCP) dan penerbitan Waqf- Linked Sukuk (WLS). Sejumlah inovasi wakaf juga sejalan dengan blueprint pengembangan ekonomi keuangan syariah yaitu pendalaman pasar keuangan syariah.

Sejalan dengan pengembangan wakaf, perkembangan teknologi digital juga memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Deputi Gubernur BI Sugeng menyampaikan beberapa contoh perkembangan teknologi digital terkait dengan ekonomi keuangan syariah dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sementara dari sisi keuangan, aplikasi Fintech yang diterapkan sesuai dengan prinsip dan nilai ekonomi syariah tidak hanya berjalan pada sektor keuangan syariah komersial. Namun juga dapat mencakup implementasi pada keuangan sosial syariah.

Pemanfaatan teknologi mendukung industri halal

Pemanfaatan teknologi digital juga dapat memperluas jangkauan edukasi masyarakat terhadap konsep dan keilmuan ekonomi dan keuangan syariah dengan lebih cepat dan mudah. Upaya memanfaatkan peluang tersebut membutuhkan sinergi dan kerja sama antara Pemerintah, Otoritas terkait dan pihak industri, pelaku usaha serta masyarakat secara umum.

photo
Seminar dan peluncuran buku "Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda: Teori dan Praktik" dan "Peta Keuangan Mikro Syariah Indonesia.

Selain itu, Bank Indonesia juga sedang mempersiapkan peraturan agar bank syariah bisa menyimpan dana floating uang elektronik. Sugeng mengatakan regulasi milik BI sebenarnya mayoritas syariah meski tidak dilabeli demikian.

"Hal ini karena regulasi dibuat dengan tujuan-tujuan yang sesuai syariah, seperti menghindari kerugian pada industri dan penyalahgunaan, meski demikian ada yang memang harus ditindaklanjuti," kata dia dalam sesi seminar ISEF 2018 tentang Pemanfaatan Teknologi dalam Keuangan Syariah, Rabu (12/12).

Termasuk dalam uang elektronik, BI sedang merumuskan peraturan agar dana floating pada uang elektronik yang sesuai syariah. Dana floating adalah dana yang tersimpan dan harus likuid sehingga mudah ditarik oleh pengguna.

Sugeng sebelumnya menyebut bahwa BI memiliki banyak Pekerjaan Rumah (PR) terkait hal ini. Selain regulasi, juga penegasan dengan fatwa oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) baik untuk uang elektronik, chip base, hingga biaya-biaya dalam pemakaian uang elektronik.

"Ini menjadi PR kami, tapi BI akan selalu melakukan pendekatan berimbang. Inovasi sangat diperlukan untuk mendorong keuangan syariah, tapi kita harus menjaga bagaimana mengantisipasi resiko yang ada, jangan sampai tidak sustain ke depan," kata dia.

BI tidak ingin perkembangan pesat ini tidak berkelanjutan dan malah menimbulkan krisis. Sehingga prinsip kehati-hatian perlu dilakukan.

BI luncurkan buku ekonomi keuangan syariah

Dalam rangkaian ISEF 2018, Bank Indonesia juga meluncurkan dua buku ekonomi keuangan syariah yang berjudul "Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda: Teori dan Praktik" dan "Peta Keuangan Mikro Syariah Indonesia. Peluncuran buku dilakukan oleh Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo.

Penerbitan buku menjadi wujud tanggung jawab Bank Indonesia sebagai regulator untuk mendorong pembentukan lingkungan industri yang kondusif. Melalui buku tersebut, BI menyusun referensi-referensi edukasi secara umum termasuk pemikiran-pemikiran baru dari hasil riset.

BI juga menyediakan materi ajar berupa buku teks bagi kalangan civitas akademika di perguruan tinggi serta institusi pendidikan. "Peluncuran dan kajian buku sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk mengembangkan pasar keuangan dan kebijakan moneter syariah," kata Dody dalam sambutannya.

Ini menjadi bagian dari program edukasi oleh Bank Indonesia untuk memajukan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Buku "Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda: Teori dan Praktik", berisi teori ekonomi moneter yang dilengkapi dengan kerangka dan implementasi kebijakan moneter terkait ekonomi keuangan syariah di Indonesia dan praktik di negara lain. Selain itu ada arah pengembangan kebijakan moneter di Indonesia.

Sementara buku "Peta Keuangan Mikro Syariah Indonesia", memberikan gambaran mengenai keragaman lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia yang merupakan adaptasi atas kebutuhan masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah.

Sejalan dengan edukasi ekonomi keuangan syariah yang dilaksanakan, dalam Shari’a Fair yang menjadi salah satu kegiatan yang diangkat dalam ISEF 2018, Bank Indonesia menyelenggarakan research fair. Research fair bertujuan untuk mendorong tumbuhnya budaya meneliti dengan standar internasional di kalangan para akademisi di Tanah Air. 

Research fair meliputi berbagai acara talkshow bersama para pakar di bidang ekonomi dan keuangan syariah Indonesia dari berbagai pihak. Mulai dari kalangan perguruan tinggi, Majelis Sarjana Ekonomi Islam (MASEI), serta pakar dan penggerak awal kebangkitan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Selain itu, pengunjung juga memiliki kesempatan belajar dan memperdalam ilmu dan pengetahuan. Khususnya dalam melakukan riset melalui konsultasi secara langsung dengan para pakar riset Bank Indonesia.

"Komitmen Bank Indonesia untuk senantiasa memberikan edukasi seputar ekonomi keuangan syariah diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan pengetahuan di bidang ekonomi dan keuangan syariah," kata Dody. Juga memberikan kontribusi terbaik bagi masyarakat luas terutama dalam mendorong peningkatan kualitas sumber daya insani di bidang riset dan pembelajaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement