Ahad 09 Dec 2018 16:37 WIB

Ini Momentum Kembangkan Pasar Modal Syariah

Pemerintah masih akan mendominasi penerbitan sukuk.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Elba Damhuri
Penjualan sukuk (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Penjualan sukuk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Tahun 2019 menjadi saat yang memungkinkan pasar modal syariah berkembang. Ekosistem yang dibangun akan cukup sehingga instrumen seperti sukuk maupun efek syariah bisa bertumbuh.

Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, menyampaikan bahwa tahun 2019 menjadi masa likuiditas ketat. Artinya, industri keuangan disarankan untuk menghindari utang karena dapat meningkatkan pembiayaan tidak lancar (NPF-non-performing finance).

Baca Juga

"Instrumen syariah ini cocok karena rasio utang harus kecil sehingga portofolionya lebih terjaga sehat. Ingat semua peradaban jatuh karena utang, tidak terkecuali Amerika Serikat," kata Budi saat pemaparan Outlook Pasar Modal Syariah 2019 di Jakarta, pekan ini.

Meski demikian, ia menilai pertumbuhan ekonomi akan baik jika utang menjadi produktif. Di Bahana, Budi mengaku menerapkan hukum Nabi Yusuf yang mengedepankan investasi stabil dan pemanfaatan utang yang lebih produktif.

Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto , mengatakan pasar modal syariah di Indonesia masih didominasi oleh sukuk pemerintah. Sebaliknya, jelas dia, pasar modal syariah belum menerbitkan sukuk global untuk korporasi di Indonesia.

Total penerbitan sukuk dibandingkan total penerbitan obligasi konvensional di kisaran 22-30 persen. Mandiri Sekuritas, kata Handy, memprediksi pemerintah masih akan mendominasi penerbitan sukuk di tahun 2019.

"Kami perkirakan penerbitan sukuk akan relatif sama dengan tahun 2018 untuk memenuhi kebutuhan refinancing seiring dengan masih rendahnya ekspektasi pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2019," kata dia.

Kebutuhan pendanaan ulang dari sukuk yakni sekitar Rp 3,4 triliun. Sementara untuk obligasi konvensional yakni Rp 86 triliun. Handy juga memprediksi penerbitan obligasi korporasi akan melambat saat pilpres seperti tahun-tahun sebelumnya.

Founding Partner Karim Consulting Indonesia, Adiwarman Karim, menyampaikan 40 persen kepemilikan obligasi pemerintah adalah asing. Akibatnya, perekonomian akan sensitif ketika menjelang pilpres dana-dana asing itu ditarik.

Banyaknya proyek infrastruktur yang dibiayai bank akan dibiayai ulang melalui pasar modal yaitu penerbitan sukuk. Hal ini didorong oleh mulai selesainya periode kelonggaran Interest During Construction (IDC) dari bank.

BACA JUGA: Penyebab Lambatnya Perkembangan Industri Syariah

Adiwarman mengatakan pasar modal syariah bisa berkembang juga jika bisa menangkap dana-dana yang keluar, baik dengan penerbitan sukuk maupun saham syariah. Pilpres membuat dana-dana di DPK turun dan dipindahkan ke pasar modal.

"Pasar modal syariah bisa tinggi, karena itu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement