REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Restoran yang menyajikan kuliner khas Indonesia di luar negeri membutuhkan pasokan bumbu dari Tanah Air untuk dapat memenuhi permintaan akan cita rasa khas nusantara. Hal tersebut dikatakan oleh Presiden Indonesain Diaspora Business Council Fify Manan dalam forum Innovation Network of Asia 2018 yang digelar di Jakarta, Kamis (6/12), demikian menurut keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad (9/12).
Menurut dia, hanya sedikit bisnis kuliner Indonesia yang bertahan lama di luar negeri. Padahal, Indonesia telah dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan kuliner yang begitu beragam. Bahkan, makanan khas Indonesia seperti rendang, nasi goreng, dan satai telah masuk dalam daftar 50 makanan terenak di dunia, berdasarkan hasil survei pada 2017.
"Pasokan bumbu-bumbu Indonesia seringkali tidak cukup sehingga pebisnis restoran Indonesia kesulitan memasak makanan khas Tanah Air yang kaya bumbu," kata Fify.
Akibatnya, para pebisnis makanan Indonesia harus mengganti bumbu dengan bahan lain, dan tak jarang harga bahan pengganti itu justru lebih mahal sehingga tak hanya rasa makanan jadi kurang otentik, harga masakan pun menjadi lebih mahal. Bisnis kuliner setidaknya 40 persen dari ekonomi kreatif di Indonesia, dan menurut Fify, harus ada kerja sama dengan pihak terkait untuk dapat menopang sektor tersebut.
"Mungkin kita bisa meniru Thailand yang maskapai nasionalnya diperbantukan untuk memasok bumbu dan bahan-bahan makanan guna mendukung bisnis restoran Thailand di luar negeri," ujarnya.
Indonesian Diaspora Business Council merupakan organisasi nirlaba yang mewadahi pebisnis diaspora dari mancanegara.