REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, POLANDIA -- Sekjen PBB Antonio Guterres mengeluarkan seruan dramatis kepada para pemimpin dunia dalam konferensi iklim di Polandia pada Senin (3/12). Ia meminta pemimpin negara-negara untuk menjadikan pemanasan global sebagai ancaman serius.
Guterres menyebut perubahan iklim sebagai masalah paling penting yang dunia hadapi.
"Bahkan ketika kita menyaksikan dampak iklim yang menyebabkan kerusakan di seluruh dunia, kita masih belum bertindak, atau bergerak cukup cepat, untuk mencegah gangguan iklim yang tidak dapat dipulihkan dan bencana," kata Guterres kepada delegasi dari hampir 200 negara yang berkumpul di Kota Katowice, Polandia pada Senin (3/12), seperti dilansir dari huffingtonpost.
PBB mengecam negara-negara, terutama yang paling bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca, karena gagal mengambil tindakan untuk mendukung kesepakatan iklim Paris 2015. Mengutip laporan ilmiah terbaru tentang konsekuensi mengerikan dari membiarkan suhu global rata-rata meningkat di atas 1,5 derajat.
Guterres mendesak negara-negara untuk mengurangi emisi mereka 45 persen pada tahun 2030 dan emisi nol pada tahun 2050. Guterres melanjutkan, emisi nol berarti bahwa setiap gas rumah kaca yang dipancarkan perlu direndam oleh hutan atau teknologi baru yang dapat menghilangkan karbon dari atmosfer.
Pemotongan seperti itu, lanjut dia, yang menurut para ahli adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan 1,5 derajat. Untuk mencapai hal tersebut membutuhkan perombakan radikal ekonomi global dan menjauh dari penggunaan bahan bakar fosil.
"Singkatnya, kita memerlukan transformasi menyeluruh dari ekonomi energi global kita, serta bagaimana kita mengelola sumber daya lahan dan hutan," kata Guterres.
Pernyataan Sekjen PBB itu ditujukan pada tuan rumah konferensi Polandia, yang bergantung pada batu bara untuk 80 persen energinya.
Sementara itu, Presiden Polandia Andrzej Duda mengatakan dalam sebuah konferensi pers Senin (3/12) bahwa negara kaya batu bara itu akan berusaha untuk mengurangi ketergantungannya pada batu bara tetapi tidak pernah sepenuhnya melepaskan 'bahan bakar fosil strategisnya'.