Rabu 28 Nov 2018 21:30 WIB

Bamsoet Apresiasi Keputusan Jokowi Cabut Relaksasi UMKM

Ketua DPR menilai, keputusan itu menunjukan keberpihakan pemerintah pada sektor UMKM.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Bayu Hermawan
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua DPR RI - Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyambut baik keputusan Presiden Joko Widodo yang langsung mencabut ketentuan relaksasi untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang mengancam sektor UMKM. Ia menilai, keputusan presiden itu menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada sektor UMKM.

"Kita patut memberikan acungan jempol kepada Presiden yang telah menunjukan keberpihakannya kepada sektor UMKM," ujarnya ketika dikonfirmasi Republika.co.id.

Bamsoet yang juga wakil ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini menegaskan, memperkuat UMKM merupakan salah satu cara mendorong terciptanya pembangunan ekonomi berkeadilan. Hal ini dilakukan sembari mendorong ekspor nasional dan mendorong pembangunan industri yang berdaya saing.  Meningkatnya ekspor khususnya dari sektor UMKM akan menjadikan neraca perdagangan Indonesia surplus dan dalam waktu bersamaan akan memperkuat cadangan devisa negara.

Bamsoet mengatakan, pemerintah harus bisa mendorong UMKM berorientasi ekspor dan menjadikan ekspor lebih atraktif. Dengan begitu, pelaku industri tertarik memasarkan produknya di luar negeri. "Pemerintah bisa memberikan insentif yang menarik kepada para pelaku industri untuk meningkatkan ekspor," ujarnya.

Salah satu insentif yang bisa diberikan adalah insentif fiskal berupa pemotongan atau penghilangan pajak untuk produk barang dan jasa yang diekspor. Pemberian insentif ini diharapkan memacu pelaku industri dalam menghasilkan produk unggulan agar bisa bersaing di pasar dunia.

Tak hanya itu, Bamsoet menambahkan, insentif berupa pemotongan bea masuk untuk produk yang sifatnya bahan baku, bahan penolong atau mesin-mesin untuk mendukung industri berorientasi ekspor juga patut dilakukan. Insentif ini akan menarik minat pelaku industri yang awalnya berorientasi pasar dalam negeri menjadi pelaku industri berorientasi ekspor.

Bamsoet menjelaskan, masih tingginya bea masuk untuk barang-barang impor yang menjadi bahan baku dan bahan penolong industri mengakibatkan biaya produksi dalam negeri meningkat. Ini membuat produk-produk dalam negeri menjadi lebih mahal dan sukar bersaing dengan produk negara lain.

Bamsoet juga berharap, pemerintah dan KADIN Indonesia mampu mendorong UMKM agar dapat bersaing di pasar global. Karenanya, para pelaku UMKM dan industri kreatif di daerah perlu didorong untuk lebih memanfaatkan kemajuan teknologi melalui e-commerce.

Pemerintah perlu mendorong perusahaan-perusahaan telekomunikasi untuk membangun infrastruktur e-commerce di daerah. "Untuk mempercepat program digitalisasi daerah tersebut, pemerintah bisa melibatkan KADIN Indonesia sehingga tercipta sistem e-commerce yang baik  dan murah," ujar mantan ketua komisi III DPR ini.

Bamsoet juga meminta pemerintah mengambil kebijakan afirmatif dalam memecahkan masalah kurangnya akses UMKM terhadap pasar keuangan, teknologi dan inovasi serta sumber daya manusia yang berkompeten. Pemerintah diharapkan dapat mendorong lembaga keuangan, baik bank maupun non bank, untuk membuka dan memberi akses keuangan kepada UMKM.

 

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun menganjurkan agar pemerintah menunda penerapan Paket Kebijakan XVI, khususnya yang terkait dengan UMKM. Sebab, ia masih meragukan kebijakan itu yang berpotensi mampu merugikan pelaku UMKM.

Ikhsan memberikan contoh pada mata rantai usaha pengupasan kulit umbi-umbian. Saat ini, harga ibu sudah rusak oleh para tengkulak ke petani. Tiga tahun lalu, harga dapat mencapai Rp 2.000 sampai Rp 3.000 yang kini hanya di angka Rp 900. "Apalagi kalau investasi asing masuk dengan kepemilikan asing bisa sampai 100 persen?" ujarnya kepada Republika, Jumat (23/11).

Ikhsan khawatir, melalui kebijakan baru ini, investor asing akan mengambil keuntungan semata tanpa memperhatikan kesejahteraan pelaku UMKM. Tidak sekadar itu, mereka berpotensi mengambil lahan untuk jaminan bahan baku umbi-umbian.

Ikhsan menilai, relaksasi dana negatif investasi (DNI) tidak boleh diberikan kepada asing hingga 100 persen. Pemerintah seharusnya memahami, latar belakang usaha tersebut masuk dalam daftar DNI adalah agar porsi pelaku UMKM atau usaha rakyat besar yang mampu menguntungkan mereka.

"Jika investasi asing masuk pada sektor tersebut, habislah usaha lokal dan pelaku UMKM hanya jadi penonton," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement