Rabu 28 Nov 2018 06:11 WIB

Cina: Tidak Ada Negara Dapat Menangkan Perang Dagang

Hubungan Cina dan AS sedang memanas akibat perang tarif perdagangan

Perang dagang AS dengan Cina
Foto: republika
Perang dagang AS dengan Cina

REPUBLIKA.CO.ID, HAMBURG -- Wakil Perdana Menteri Cina Liu He mengatakan dalam sebuah konferensi ekonomi di Hamburg, Selasa (27/11), bahwa pendekatan proteksionis dan unilateral pada perdagangan hanya memperdalam ketidakpastian ekonomi. Ia menyebutkan tidak ada negara yang bisa muncul sebagai pemenang dalam perang dagang.

"Kami percaya bahwa pendekatan proteksionis dan unilateral tidak menawarkan solusi untuk masalah dalam perdagangan. Sebaliknya, mereka hanya akan membawa ketidakpastian ekonomi ke dunia," kata Liu.

Baca Juga

"Sejarah perkembangan ekonomi telah membuktikan dan lagi bahwa menaikkan tarif hanya akan menyebabkan resesi ekonomi dan tidak ada yang muncul sebagai pemenang dari perang dagang. Oleh karena itu, pendekatan kami mencari solusi yang dirundingkan atas masalah-masalah yang kita miliki atas dasar kesetaraan dan saling menghormati," tuturnya menambahkan.

Amerika Serikat telah memungut bea tambahan antara 10 persen hingga 25 persen pada barang-barang Cina senilai 250 miliar dolar AS tahun ini. Pungutan bea tambahan ini sebagai hukuman untuk apa yang disebut sebagai praktek perdagangan tidak adil, dengan tarif 10 persen akan meningkat menjadi 25 persen tahun depan.

Trump akan mengadakan pembicaraan perdagangan dengan Presiden Cina Xi Jinping di sela-sela pertemuan G20 di Buenos Aires minggu ini. Dalam wawancara dengan Wall Street Journal, Trump mengatakan pihaknya "sangat tidak mungkin" dia akan menerima permintaan untuk menunda kenaikan tarif, yang akan mulai berlaku pada 1 Januari.

Sementara ekspor Cina telah bertahan sejauh ini, banyak ekonom memperkirakan dampak perang dagang dengan Amerika Serikat akan dirasakan tahun depan, menambah kekhawatiran ekonomi domestik Cina.

Pemerintah Cina telah menetapkan target untuk memperluas ekonomi terbesar kedua di dunia sekitar 6,5 persen tahun ini. Tetapi pertumbuhan telah melambat di tengah kampanye multi-tahun Beijing untuk mengekang penumpukan utang perusahaan dan menekan risiko praktik pemberian pinjaman.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement