REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Transportasi Arif mengatakan, sebelum melakukan pengurangan subsidi, pemerintah harus melakukan inventarisasi kondisi jalur kapal perintis. Hal ini dilakukan agar besaran subsidi tepat sasaran.
Budi mengatakan, pengurangan subsidi harus ditujukan terhadap trayek tol laut dan kapal perintis yang memiliki tingkat keterisian atau load factor minimal 60 persen. Ia menyarankan pengurangan subsidi harus dilakukan secara bertahap.
"Supaya penerima subsidi juga terbiasa dulu. Kalau langsung 100 persen, nanti justru shock," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (27/11).
Selain bertahap, Budi menambahkan, pengurangan subsidi juga harus disertai dengan evaluasi berjangka. Misal, satu atau dua bulan sekali, untuk memastikan kebijakan ini memang efektif dan tidak berdampak negatif terhadap kinerja transportasi laut. Selain evaluasi di tingkat internal, pemerintah juga harus melakukan survei kepada pihak swasta untuk mengetahui kepuasan terhadap pengurangan subsidi.
Budi mengatakan, subsidi yang dikurangi sebaiknya diberikan kepada daerah terpencil dan terisolir. Sebab, kapal yang melintas sebagian besar memiliki load factor rendah. Apabila tidak disubsidi, perusahaan swasta terkait dicemaskan akan merugi dan berefek pada kinerja transportasi laut secara keseluruhan.
Kapal Perintis KM Sabuk Nusantara 46 bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Kamis (28/1).
Namun, memberikan subsidi kepada trayek di daerah terpencil juga berpotensi menimbulkan kerugian. Sebab, load factor kapal ketika kembali ke pelabuhan utama biasanya cenderung rendah.
"Ini bisa diatasi dengan berganti komoditas yang diangkut. Kalau berangkat, angkut manusia, pulangnya bisa barang lain," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan mengungkapkan nilai subsidi kapal perintis pada tahun 2019 akan turun 20 hingga 30 persen dibanding 2018. Besaran subsidi kapal perintis tahun 2018 ini adalah Rp 1,1 triliun, sementara untuk tol laut Rp 447 miliar.
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, penurunan subsidi kapal perintis oleh pemerintah sudah sepatutnya dilakukan. Sebab, tidak selamanya rute kapal perintis harus mendapatkan subsidi.
“Tapi, pastikan sudah melalui evaluasi terlebih dahulu,” ujarnya ketika dihubungi, Senin (26/11).
Indikator yang dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi adalah kesejahteraan masyarakat sekitar. Apabila perekonomian masyarakat setempat telah meningkat akibat adanya dampak dari aktivitas kapal perintis, berarti subsidi memang efektif. Djoko melihat, jika sudah sampai ke tahap ini, pemerintah dapat mencabut subsidi secara bertahap.
Djoko menilai, pencabutan subsidi kapal perintis tidak akan berdampak negatif terhadap perekonomian, asalkan memang sudah melalui evaluasi. Kalau memang sudah tidak disubsidi, artinya perekonomian warga sudah membaik. "Sama halnya juga di angkutan bus perintis," ucap dosen di Unika Soegijapranata Semarang ini.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kemenhub Wisnu Handoko mengatakan, penurunan subsidi mencapai 20 hingga 30 persen. Pemerintah akan melakukan evaluasi trayek-trayek tol laut dan perintis dengan melihat pertumbuhan tingkat keterisian (load factor). Bagi trayek yang dinilai sudah tumbuh di atas 60 persen tingkat keterisiannya, akan dicabut subsidinya.
Setidaknya, terdapat lima trayek yang dinilai sudah bertumbuh tingkat keterisiannya di atas kriteria dan berpotensi dicabut subsidinya secara bertahap. Selain itu, upaya lainnya adalah mengerjasamakan pengoperasian kapal yang dinilai sudah bisa dikomersilkan kepada swasta.
Pemerintah juga akan menginisiasi kerja sama pembiayaan dengan lembaga keuangan, seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Langkah-langkah tersebut dilakukan guna mengurangi pembiayaan dari sumber APBN.