Kamis 22 Nov 2018 18:50 WIB

Google Play Berkontribusi Ciptakan Praktik Fintech Ilegal

Asosiasi terus mendorong Google untuk mengikuti aturan fintech yang ada di Indo

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Fintech ilegal
Foto: Tim Republika
Fintech ilegal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Eksekutif Bidang Cashloan Asosiasi Financial Technology (Aftech) Indonesia Sunu Widyatmoko menilai, Google Play berkontribusi terhadap praktik financial technology (fintech) ilegal di Indonesia. Sebab, mereka selama ini menjadi platform dari aplikasi peer to peer (P2P) lending legal dan ilegal tanpa melakukan penyaringan secara maksimal.

Sunu menjelaskan, praktik ilegal tidak perlu terjadi apabila tidak ada Google Play. Ia berharap, Google Play dapat melakukan seleksi terlebih dahulu terhadap aplikasi fintech dengan melihat daftarnya di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Di situsnya sudah ada daftar bisnis apa saja yang sudah terdaftar di OJK. Kalau nggak ada ya berarti jangan diupload," ujarnya dalam acara Fintech Media Clinic by Aftech di Jakarta, Kamis (22/11).

Tapi, Sunu menambahkan, permintaan agar Google Play melakukan seleksi memang tidak mudah. Sebab, sebagai perusahaan global, Google merasa dirinya dapat mengontrol dunia.

"Kalau sudah monopoli, perusahaan tersebut cenderung memberikan kebebasan kepada semua orang untuk dapat mengunggah aplikasinya sendiri," ujarnya.

Sunu menjelaskan, pihaknya berupaya memahami kebijakan Google Play tersebut. Namun, ia tetap meminta kepada perusahaan global itu untuk memahami aturan yang berlaku di tiap negara.

Termasuk di Indonesia yang mempunyai regulasi agar tiap perusahaan fintech mendaftarkan diri terlebih dahulu ke otoritas berwenang, yakni OJK.

Sunu memastikan, asosiasi tetap terus mendorong Google untuk mengikuti aturan fintech yang ada di Indonesia. Sebab, Indonesia sudah memiliki peraturannya sendiri yang harus diikuti oleh berbagai pihak, tidak terkecuali Google.

Aftech telah memiliki kode etik yang telah dirilis pada Agustus dan wajib diikuti seluruh anggota. Sunu berharap, pihaknya dapat bertemu dengan Google secara langsung.

Selama ini, kata Sunu, anggota Aftech hanya dapat bertemu perwakilan di Indonesia yang menyebabkan suara dari perusahaan legal tidak terdengar. "Kita ingin membicarakan andil mereka dalam maraknya P2P lending ilegal dan solusinya ke depan," katanya.

Ketua Harian Aftech Indonesia Kuseryansyah menjelaskan, asosiasi ingin meminta agar Google Play mengacu pada daftar registrasi P2P lending yang sudah ada di OJK. Menurutnya, hal ini menjadi upaya preventif efektif dalam mengatasi maraknya fintech ilegal yang merugikan masyarakat dan industri fintech secara umum.

Kuseryansyah menjelaskan, upaya preventif selama ini dilakukan melalui kehadiran satuan petugas waspada investasi dari OJK. Mereka bertugas melihat platform ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat.

"Dari sana, mereka meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup situs fintech terkait," ujarnya.

Dalam mengatasi maraknya perusahaan ilegal, Kuseryansyah mengatakan, juga dibutuhkan partisipasi masyarakat. Ia menganjurkan agar mereka yang membutuhkan jasa pinjaman untuk mengecek legalitas suatu perusahaan P2P lending di situs OJK. Apabila tidak terdaftar, perusahaan tersebut sudah dipastikan ilegal dan dapat merugikan peminjamnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement