Ahad 18 Nov 2018 14:38 WIB

Sri Mulyani: Tantangan Pembangunan Bukan Lagi Anggaran

Peranan perguruan tinggi menjadi penting dalam menjaga pelaksanaan pembangunan.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Puro Sandjojo dalam acara di Kampus PKN STAN, Tangerang, Ahad (18/11).
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Puro Sandjojo dalam acara di Kampus PKN STAN, Tangerang, Ahad (18/11).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, tantangan Indonesia saat ini tidak lagi berbicara tentang kekurangan maupun tidak adanya anggaran. Lebih dari itu, permasalahan pembangunan Indonesia kini sudah naik level.

Indonesia kini sudah mempunyai anggaran, namun pertanyaannya, dapat menyelesaikan masalah atau tidak. Sri menjelaskan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah mengalokasikan dana belanja Rp 2.439 triliun. Jumlah tersebut meningkat dari tahun ini yang mencapai Rp 2.217 triliun. 

"Ini menunjukkan, kita sudah ada anggaran dan tantangannya, negara bisa selesaikan masalah atau tidak. Ini tantangan yang baik terkait permasalahan pembangunan," ujarnya dalam acara Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat (Sembadha) Tahun 2018, di Gedung G Kampus PKN STAN, Tangerang, Ahad (18/11).

Setelah menyelesaikan permasalahan anggaran, Sri menambahkan, berikutnya adalah siapa yang harus ikut menjaga agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan nyata di masyarakat. Apabila anggaran pendidikan meningkat, siapa yang bisa ikut serta tingkatkan kualitas sumber daya manusia. Pun dengan anggaran dana desa meningkat, siapa yang dapat membantu memantau implementasi program-program pengembangan desa.

Sri menyebutkan, peranan perguruan tinggi menjadi penting dalam solusi permasalahan tersebut melalui tridharma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Baik mahasiswa maupun dosen, diharuskan ikut berkontribusi sesuai dengan keahlian masing-masing.

Hanya saja, Sri menilai, saat ini tiga poin dalam tridharma masih kerap terkotak-kotakkan. Pendidikan berjalan di dalam kelas sesuai text book, penelitian di laboratorium dan pengabdian masyarakat berjalan sendiri. 

"Tidak ada yang mengkoneksikan ketiganya. Apabila ada, tentu daya hasilnya lebih besar dan baik," tuturnya.

Melihat kondisi ini, Sri mengajak kepada semua pemangku kepentingan di perguruan tinggi untuk membiasakan diri melakukan tiga poin tridharma secara terintegrasi. Misalnya dalam membantu pembangunan desa dan daerah terpinggir yang menjadi fokus pembangunan pemerintahan sekarang. Peranan dari perguruan tinggi harus memiliki nilai tambah, tidak sekadar teoritik atau menyelesaikan tugas jangka pendek.

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Puro Sandjojo mengajak mahasiswa untuk peduli desa. Tidak sekadar memberikan apresiasi atas perkembangan desa, juga terlibat langsung. Sebab, setidaknya masih ada 10ribu desa tertinggal yang masih harus diberikan perhatian.

Eko menambahkan, pihaknya sudah melibatkan sekitar 100 perguruan tinggi dalam menjalankan program desa tematik. Mahasiswa bersama dosen dapat membantu banyak hal, termasuk memberikan solusi dalam permasalahan pengelolaan keuangan desa dan hal teknis lain. "Pasalnya, 60 persen kepala desa hanya tamatan SD dan SMP yang membutuhkan pendampingan," ujarnya.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement