Jumat 16 Nov 2018 19:19 WIB

Amartha Raih Penghargaan dari Badan PBB

Amartha dinilai membantu pencapaian SDG's.

Pengusaha perempuan Amartha.
Foto: amartha
Pengusaha perempuan Amartha.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Fintech Amartha meraih penghargaan dari UN Capital Development Fund (UNCDF) sebagai startup keuangan yang inovatif dalam mengatasi kesenjangan inklusi keuangan dan meningkatkan partisipasi perempuan di ekonomi. UNCDF merupakan lembaga investasi modal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

UNCDF memberikan penghargaan ini terhadap Amartha atas perannya dalam mengurangi tingkat kemiskinan serta turut memajukan ekonomi di desa. Amartha akan mendapatkan pendanaan dari lembaga tersebut.

“Kami berterima kasih dan bangga atas penghargaan yang diberikan UN Capital Development Fund. Suatu pencapaian yang luar bisa kami bisa meraih penghargaan ini,” kata Vice President of Amartha, Aria Widyanto di Singapore Fintech Festival, Singapura, Kamis (15/11) sore.

photo
Vice President of Amartha, Aria Widyanto di Singapore Fintech Festival, Singapura, Kamis (15/11) sore.

Aria menjelaskan, pertumbuhan pembiayaan modal kepada pengusaha mikro perempuan di desa terus meningkat. Jika pada 2017 Amartha berhasil menyalurkan Rp 225 miliar permodalan kepada 70.977 pengusaha mikro perempuan. Pada November 2018, perusahaan yang didirikan Andi Taufan Garuda Putra ini berhasil menyalurkan pembiayaan modal sebesar Rp 652 miliar kepada 156 ribu pengusaha mikro perempuan.

“Saat ini ada sekitar 69,69n persen berasal dari sektor perdagangan, peternakan 4,79 persen, pertanian 7,65 persen, jasa 3,31 persen, dan di bidang non-produktif sebesar 5,01 persen,” ujar Aria.

Aria menuturkan, Amartha sebagai perusahaan fintech peer to peer lending (p2p lending) terus berkomitmen terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan warga di pelosok desa. Amartha turut membantu pencapaian Sustainable Development Goals (SDG) yang telah ditentukan oleh PBB melalui pilar pengentasan kemiskinan, partisipasi perempuan dalam pembangunan dan mengurangi ketimpangan pendapatan di pedesaan.

“Kolaborasi dan kerja keras bersama masih diperlukan untuk bisa mencapai target SDG pada 2030, menuju bangsa berperadaban maju dan merata,” tuturnya.

Aria menuturkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tahun 2016, menemukan bahwa indeks inklusi keuangan Indonesia baru mencapai 67,82 persen. Ini menunjukan bahwa masih terdapat lebih dari 30 persen masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses keuangan, khususnya masyarakat prasejahtera yang sebagian besar tinggal di wilayah pelosok pedesaan.

“Amartha sebagai fintech yang terpercaya dan aman telah menempatkan diri sebagai perantara untuk membantu pendana yang ingin memberikan pendanaan untuk kebaikan kepada mitra usaha perempuan di pelosok desa yang bertekad untuk meningkatkan taraf hidup keluarga," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement