Jumat 09 Nov 2018 20:39 WIB

PLN Jawa Tengah dan DIY Dorong Pemanfaatan Energi Terbarukan

Salah satu pemanfaatan energi terbarukan adalah pembakit listrik.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Gita Amanda
Pekerja melakukan penutupan permukaan sampah dengan geomembran, pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) gas metana, di tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (25/5).
Foto: Antara/R. Rekotomo
Pekerja melakukan penutupan permukaan sampah dengan geomembran, pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) gas metana, di tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan DIY terus mendorong pemanfaatan Renewable Energy (Energi Terbarukan) dalam rangka mendukung ketersediaan listrik di wilayah kerjanya. Salah satu pemanfaatan energi terbarukan yang saat ini tengah dilakukan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) serta Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) atau pembangkit bertenaga air skala kecil.

Manager Komunikasi Hukum dan Administrasi PLN Distribusi Jawa Tengah dan DIY, Audi Royce Damal mengatakan, saat ini Pemerintah sedang giat- giatnya untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan.

“Seperti PLTSa, PLTMH maupun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hingga Pembangkit Listrik tenaga Panas Bumi (PLTPB),” ungkapnya, dalam keterangan pers di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jumat (9/11).

Di wilayah Jawa Tengah dan DIY, jelasnya, pemanfaatan pembangkit bertenaga air skala kecil atau PLTMH, sudah ada di beberapa lokasi. Yang terbaru nanti akan ada di daerah Tegal, yang diperkirakan sudah akan beroperasi akhir tahun ini beroperasi 2 x 8 Megawatt (MW).

Kemudian yang juga sedang dikembangkan PLTSa Putri Cempo, di Solo yang memiliki kapasitas 10 MW yang diperkirakan akan bisa memenuhi kebutuhan 20 ribu pelanggan. Nantinya sampah akan dimanfaatkan dan diproses menjadi penggerak pembangkit tenaga listrik.

Saat ini masih proses konstruksi kemungkinan awal tahun depan sudah selesai. “Semua ini merupakan upaya Pemerintah untuk memanfaatkan sampah sebagai salah satu energi alternatif pengganti dari fosil (batubara, minyak),” katanya.

Untuk pemanfaatan sampah, masih jelas Audi, skalanya memang belum terlalu besar. Karena PLTSa masih mempertimbangkan ketersediaan bahan baku sampah yang akan diproses menjadi penggerak pembangkit listrik.

Berdasarkan kajian yang di Solo, untuk menghasilkan 1 MW butuh 10 ton sampah. Artinya, kapasitas pembangkit masih harus disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku, dalam hal ini produksi sampah.

Oleh karena itu ini dilaksanakan oleh swasta. Sedangkan PLN nanti akan membeli listrik yang dihasilkan. “PLN, sekarang ini memang cukup, tapi kalau pemerintah ingin mengembangkan energi terbarukan tidak ada salahnya,” tambah Audi.

Sedangkan terkait dengan pemanfaatan listrik tenaga surya, Jawa Tengah dan DIY diakuinya memiliki potensi yang cukup besar. Hanya saja pemanfaatan energi surya --hingga saat ini-- masih ada kekurangan pada teknologi penyimpan (baterai).

Seandainya teknologi penyimpan ini sudah bagus, maka baterai akan mampu menyimpan listrik pada malam hari saat sinar matahari tidak ada. Kalau kemampuan menyimpan listrik mampu mencapai 12 jam, dari jam 18.00 sampai jam 06.00, sudah pasti pemanfaatan surya akan dioptimalkan.

Oleh karena itu kemampuan daya simpan listrik hingga saat ini masih menjadi kelemahan dalam pemanfaatan energi surya. “Sehingga untuk pengembangan listrik untuk tenaga surya masih butuh pendamping yang energinya bisa disimpan dalam waktu yang lebih lama,” tegasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement