REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta pengembangan vokasi disesuaikan dengan potensi di daerah. Hal itu, kata Darmin, supaya lulusan pendidikan vokasi maupun SMK bisa mendapatkan lapangan pekerjaan. Sementara, pelaku usaha juga bisa mendapatkan pasokan Sumber Daya Manusia (SDM) lulusan vokasi yang berkualitas.
"Jadi kami mau supaya mereka (Pemda) mengidentifikasi dan mengusulkan bidang apa saja. Kalau mengelas ya mengelas, otomotif ya otomotif, kopi ya kopi mulai dari pembenihan dan bagaimana budidaya yang baik," kata Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (9/11).
Darmin akan meminta daerah untuk menetapkan dua hingga tiga bidang industri yang menjadi potensi utama dalam pengembangan vokasi. Bidang industri tersebut kemudian akan disesuaikan dengan pengajaran, praktik, serta magang dengan dunia usaha.
Penetapan fokus tersebut, agar lulusan vokasi benar-benar memiliki keterampilan yang dibutuhkan industri. Dia mengatakan, saat ini lulusan vokasi dibekali sejumlah keterampilan namun dengan tingkat kemahiran yang rendah. Hal itu juga sejalan dengan peningkatan anggaran pengembangan vokasi pada 2019. Untuk diketahui, pemerintah mengalokasikan anggaran pengembangan vokasi pada 2019 sebesar Rp 25,9 triliun. Angka itu meningkat 10,2 persen dibandingkan pagu belanja pengembangan vokasi pada 2018 yang sebesar Rp 23,5 triliun.
Salah satu perubahan signifikan pada alokasi anggaran tahun depan adalah kenaikan anggaran untuk Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Perindustrian (Kemenaker). Untuk Kemenaker, anggaran pengembangan vokasi menjadi Rp 2,9 triliun dari sebelumnya pada 2017 yang sebesar Rp 450 miliar. Peruntukan anggaran tersebut adalah pelatihan, pemagangan, sertifikasi, pelatihan kewirausahaan, dan peningkatan sarana dan prasarana Balai Latihan Kerja (BLK).
Selain itu, anggaran untuk Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjadi Rp 2,3 triliun dari sebelumnya pada 2017 sebesar Rp 683,4 triliun. Anggaran tersebut guna meningkatkan pembelajaran di industri dan diklat di SMK. Sementara, anggaran di pos Kemdikbud berkurang menjadi Rp 3,4 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 5,6 triliun.
Porsi daerah dalam alokasi anggaran mencapai Rp 9 triliun. Hal itu terdiri atas dana BOS SMK sebesar Rp 6,7 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Penugasan SMK sebesar Rp 2,3 triliun.
"Pemerintah memang tambah pengeluaran untuk vokasi. Makanya ini kami minta supaya jangan hanya uangnya ditambah tapi tidak ada perubahan," kata dia.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengakui pembenahan SMK diperlukan untuk mengurangi tingkat pengangguran. Dia menyebut, saat ini baru sekitar 60 persen dari seluruh SMK di Indonesia terakreditasi. Sementara, 40 persen lainnya belum terakreditasi dan kemungkinan menghasilkan lulusan yang kurang berkompeten.
"Kalau SMK yang sudah seperti di Jember misanya, itu belum lulus saja banyak industri yang sudah pesan," kata Soekarwo.
Dia mengatakan, ke depannya akan mengarahkan pendidikan vokasi untuk lebih banyak melakukan praktik di dunia kerja. Dengan lebih banyak praktik dan latihan kerja, menurut Soekarwo, kualitas lulusan vokasi akan menjadi lebih baik.
"Kalau lemah praktiknya, misalnya dia memperbaiki TV, kesetrum. Nah yang seperti itu masih 40 persen," kata dia.