REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Promosi pariwisata halal masih dinilai kurang greget dengan banyaknya wisatawan domestik yang lebih memilih wisata halal ke luar negeri. Menjaring wisatawan luar negeri pun terkendala minimnya promosi sehingga Indonesia masih kalah pamor dibandingkan dengan negara tetangga semisal Malaysia.
Pengamat ekonomi syariah yang juga Rektor STIE Tazkia, Murniati Mukhlisin mengatakan wisatawan mancanegara dari negara Islam lebih memilih Malaysia karena akomodasi halal mereka terjamin. Mereka merasa nyaman karena akses mudah pada akomodasi sesuai syariah.
"Makanan, akomodasi mereka telah terakreditasi halal sehingga membuat wisatawan Muslim mancanegara nyaman," kata dia pada Republika.co.id setelah Kelas Intensif Ekonomi Islam Universitas Indonesia di Depok, Selasa (6/11).
Murniati menambahkan salah satu kelemahan Indonesia adalah kurang terintegrasinya kebijakan antar pihak berkepentingan untuk bersama-sama menciptakan ekosistem halal. Karena membangun ekosistem halal tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.
Seperti pariwisata halal yang butuh kolaborasi berbagai pihak. Mulai dari biro perjalanan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Agama, Kementerian Informatika dan Telekomunikasi, pemerintah daerah, penjamin makanan halal dan lainnya.
Indonesia menempati posisi keempat dalam laporan The State of The Global Islamic Economy 2017/2018 untuk pariwisata halal. Saat ini Indonesia menjadi salah satu dari sepuluh Muslim Outbound Markets. Artinya Indonesia masih menjadi sebatas pasar potensial dan sasaran empuk, namun bukan pemain besar.
Berdasarkan studi Mastercard-Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2016, total jumlah wisatawan Muslim dunia mencapai 117 juta pada 2015. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah hingga mencapai 168 juta wisatawan pada 2020 dengan pengeluaran di atas 200 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2,6 triliun.
"Potensi ini harus kita kelola, kita lihat negara lain kuat di keinginan pemerintahnya, strategi dan programnya jelas, juga niatan untuk memimpin itu tinggi," kata Murniati.
Ia melihat saat ini upaya untuk menuju ke sana sudah ada, mulai dari dorongan pemerintah dan keaktifan pelaku pasar. Ia berharap dalam satu tahun kedepan, ekosistem halal sudah mulai bisa berkembang subur untuk menyambut potensi yang ada.
Kementerian Pariwisata telah membentuk Tim Percepatan dan Pengembangan Wisata Halal sejak 2016. Tujuannya untuk memobilisasi industri, mengembangkan peraturan dan secara agresif mempromosikan Indonesia sebagai tujuan halal dan ramah keluarga. Meski demikian pelaku pasar masih belum merasakan dampaknya.
Salah satu pelaku industri pariwisata halal, Cheria Tour and Travel bergerilya sendiri untuk promosi wisata halal kepada wisatawan luar negeri. CEO Cheria Tour and Travel, Cheriatna menyampaikan pemerintah Indonesia memang sudah berupaya untuk pengembangan wisata halal namun masih kurang gereget.
"Promosinya wisata halal masih kurang dibandingkan wisata biasa, bila dibandingkan negara tetangga kita masih ketinggalan, saat ini Cheria Holiday fokus pada digital marketing saja untuk promosi," kata dia pada Republika.
Menurutnya, Indonesia perlu promosi lebih luas agar bisa lebih dikenal di kalangan internasional. Cheria selama ini bisa mengirimkan sekitar 3.000 wisatawan dalam negeri per tahun untuk wisata halal ke luar negeri. Namun jumlah wisatawan luar negeri yang masuk ke Indonesia untuk halal travel tidak mencapai 10 persennya.
Daerah-daerah yang dikunjungi pun masih terbatas pada destinasi lama seperti Bali. Cheriatna mengatakan beberapa daerah potensial untuk dikembangkan diantaranya Lombok, Nusa Tenggara Barat, Raja Ampat Papua dan Derawan.
Tim Percepatan dan Pengembangan Wisata Halal telah mencanangkan promosi wisata halal untuk lima destinasi yakni Aceh, Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Barat dan Lombok. Kementerian Pariwisata juga memilih sepuluh destinasi pariwisata yang menjadi prioritas pemerintah pada 2016 lalu.
Destinasi yang dikenal sebagai 10 Bali Baru ini adalah Danau Toba (Sumut), Belitung (Babel), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jateng), Gunung Bromo (Jatim), Mandalika Lombok (NTB), Pulau Komodo (NTT), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).