Selasa 06 Nov 2018 14:42 WIB

Beberapa Hal yang Perlu Diwaspadai pada Periode Kritis 2019

Kebutuhan minyak global meningkat jelang musim dingin sehingga harga naik.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Kilang Minyak
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kilang Minyak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga minyak menjadi salah satu yang harus diwaspadai pada akhir tahun menjelang priode kritis kuartal I-2019. Pengamat Ekonomi Adiwarman Azwar Karim mengatakan, kebutuhan minyak global akan meningkat menjelang musim dingin sehingga harga minyak akan meningkat pula karena tingginya permintaan.

Pemerintah Indonesia memiliki sejumlah opsi untuk menyesuaikan diri. Pertama, meningkatkan harga minyak premium, kemudian meningkatkan subsidi atau sekalian mengurangi ketersediaannya di pasaran. Hal ini bisa berimbas pada inflasi dan perlu diwaspadai.

Selain itu, ada beberapa hal lain yang juga perlu menjadi perhatian. Adi mengatakan, net buying asing pada obligasi pemerintah karena sifatnya volatile, dapat jadi pisau bermata dua.

"Net buying saat ini yang akan menguatkan rupiah, dapat sewaktu-waktu berubah menjadi net selling yang akan melemahkan rupiah sehingga rupiah menjadi fluktuatif," kata dia kepada Republika.co.id usai Kelas Intensif Ekonomi Islam Universitas Indonesia, Selasa (6/11).

Foreign direct investment juga mengalami penurunan 20 persen yoy pada kuartal III. Ini dapat mengindikasikan dua hal atau gabungan keduanya. Pertama, ekonomi global belum pulih atau ada tempat lain yang lebih menarik. Kedua, dipandang ada ketidaknyamanan atau ketidakpastian di Indonesia sehingga asing menahan investasinya.

Selain itu, kredit bermasalah perbankan mungkin tidak sepenuhnya menggambarkan kemampuan nasabah membayar. Ini karena banyaknya kredit infrastruktur yang mendapat fasilitas kredit untuk membayar interest during construction (IDC).

"Selama lima tahun pertama, proyek infrastruktur ini belum menghasilkan apa-apa karena masih konstruksi sehingga bank memberi mereka kemudahan berupa IDC, proyek hanya membayar cicilan bunga dengan kredit lain yang diberikan perbankan," katanya.

Ini tidak terlihat sebagai kredit macet sehingga NPL bisa tetap rendah, yakni sekitar dua persen. Adi menyampaikan, hal ini harus tetap menjadi perhatian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement